RTH Berdasarkan Raperda RTRW Seluas 7,3 persen, tapi Menurut Audit BPK Tinggal 6,5 Persen. Mana yang Benar?

Jalan pintu masuk menuju kawasan Stadion Bima Kota Cirebon.-dokumen -tangkapan layar

“Mengubah kawasan Bima dari RTH jadi SPU (sarana pelayanan umum, red) hampir bisa dipastikan kalau melihat masterplan yang dibuat bappeda. Ternyata selain penyediaan sarana prasarana olahraga, titik tekanya lebih kepada penyediaan tempat usaha, dibanding dengan ruang terbuka hijau,” tegasnya.

BACA JUGA:Tarhim Perdana di Masjid Al Kautsar Setda dengan Libatkan 14 Masjid di Sekitar Pemukiman Warga

Sehingga, tidak menutup kemungkinan jika ini diloloskan, ke depan di kawasan Stadion Bima bisa berdiri berbagai tempat usaha seperti misalnya kafe, atau kegiatan usaha lainnya.

“Bahkan bisa jadi jika melihat masterplan, itu bisa ada kegiatan usaha formal. Seperti bisa bikin hotel, kefe, spa, gym, dan sebagainya. Kalau satatusnya berubah jadi SPU,” terangnya. 

Saat ini, bahkan seolah-olah nyaris dilegalkan manakala Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2024-2044 jadi disahkan menjadi perda.

BACA JUGA:Jawa Barat Waspada Cuaca Ekstrem sampai dengan Tanggal 20 Maret

Padahal, kewajiban penyediaan RTH ini merupakan syarat mutlak yang mesti dipenuhi oleh suatu daerah.

Yakni, dengan ketersediaan minimal dari total luas wilayah adalah 20 persen RTH publik yang disediakan pemerintah, serta 10 persen RTH private yang dimiliki perorangan atau badan swasta lainnya.

Bahkan, luasan RTH yang tersedia saat ini, angka riilnya jauh lebih kecil dari yang tercatatkan dalam dokumen Raperda RTRW yang kemarin gagal disahkan, di rapat Paripurna antara DPRD Kota Cirebon dengan Pemerintah Kota Cirebon.

 

 

Tag
Share