Krisis Kesehatan: RS Evakuasi Pasien

Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara mengevakuasi pasien untuk menghindari serangan brutal oleh zionis Israel.-ist-radar cirebon

Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara melakukan evakuasi total, menandai penambahan daftar panjang rumah sakit (RS) di Jalur Gaza yang melakukan evakuasi serupa di tengah kondisi krisis kesehatan yang semakin tegang. 

Ashraf Al-Qudra, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, mengumumkan bahwa evakuasi medis juga dilaksanakan dari Rumah Sakit Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza.

Menurut Qudra, bantuan medis yang telah masuk ke Jalur Gaza tidak memenuhi kebutuhan yang semakin mendesak. “Situasi kesehatan di Jalur Gaza sangat buruk, sangat berbahaya dan tidak ada fasilitas kesehatan yang layak,” ungkapnya. Di Jalur Gaza utara, di mana sekitar 900 ribu orang tinggal, hanya tiga rumah sakit yang beroperasi dengan kemampuan yang sangat terbatas.

Tidak hanya masalah fasilitas kesehatan yang memprihatinkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menghadapi tantangan besar dalam hal keselamatan staf medisnya. Pada Jumat, WHO menyampaikan bahwa pihaknya tidak mendapatkan informasi mengenai empat petugas kesehatan terakhir di Jalur Gaza, termasuk direktur Rumah Sakit Al-Shifa. 

BACA JUGA:Jago Bikin Puisi dan Prosa, Pernah Jadi Sekretaris PWI Kuningan, Akhirnya Sukses di Dunia Politik

Terdapat laporan bahwa tiga petugas medis dari Bulan Sabit Merah Palestina dan tiga dari Kementerian Kesehatan ditahan oleh militer Israel. Dari keenam petugas kesehatan yang ditahan, hanya dua yang dilaporkan telah dibebaskan, sementara keberadaan empat lainnya termasuk direktur RS Al-Shifa masih belum jelas, sesuai dengan pernyataan WHO.

Misinya untuk mengevakuasi pasien dari rumah sakit berisiko tinggi akibat pertempuran dan serangan udara di sekitar Rumah Sakit Al-Shifa, menciptakan kondisi yang sulit bagi tim medis. Memerlukan waktu 20 jam bagi tim untuk menyelesaikan evakuasi, termasuk enam jam di pos pemeriksaan Pasukan Pertahanan Israel, ini menjadi hal yang membantu dalam penyelesaian evakuasi walaupun situasi menjadi mencekan saat kondisi kesehatan beberapa pasien memburuk. Selain itu, WHO juga mengkhawatirkan keadaan 100 pasien dan petugas kesehatan yang masih berada di RS Al-Shifa.

Tidak hanya itu, pihak WHO dan beberapa organisasi lain melakukan misi pada 21 November untuk mengevaluasi prioritas medis di Rumah Sakit Al Ahli di Gaza utara – satu-satunya rumah sakit yang berfungsi di wilayah tersebut. Dengan mempertimbangkan seluruh kondisi yang ada, rumah sakit tersebut harus mendapatkan pasokan bahan bakar, air, makanan, dan pasokan medis secara reguler untuk memastikan kelangsungan perawatan.

Sebagai akibat dari eskalasi kekerasan, pasukan Israel telah menyerbu Rumah Sakit Al-Shifa pada 15 November. Meskipun Israel mengklaim menemukan senjata dan kamera berkarat di bangunan tersebut, tindakan ini memicu kritik karena klaimnya tidak terbukti. Serangan militer oleh Israel di Jalur Gaza telah menewaskan ribuan warga Palestina, termasuk ribuan anak-anak dan wanita, serta melukai puluhan ribu lainnya. Dalam hal korban jiwa, wanita dan anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan. 

BACA JUGA:Ketua Gerindra Kuningan Janji Menangkan Iwan Bule di Pileg 2024

Berdasarkan data dari kantor media pemerintah di Gaza pada Kamis, jumlah korban jiwa Palestina akibat serangan Israel mencapai 14.854 jiwa, termasuk 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 wanita. Lebih lanjut, data resmi menyebutkan bahwa sekitar tujuh ribu orang masih dinyatakan hilang, termasuk lebih dari 4.700 anak. Jumlah korban jiwa dari pihak Israel juga mencapai 1.200 orang.

Krisis kesehatan dan kerumunan korban di Gaza memberikan tekanan besar pada fasilitas kesehatan yang masih beroperasi. Keadaan kritis ini juga menuntut perhatian internasional yang lebih besar guna mengurangi derita masyarakat di Gaza. (ant)

Tag
Share