PPN Versus Indikator Makro Ekonomi
Ilustrasi PPN.-istimewa-
BACA JUGA:Pohon Randu Gede Tumbang, Tidak Ada Korban Jiwa
Antara lain: (1) Ketidaksesuaian antara keterampilan dan kebutuhan pasar kerja; (2) Kualitas pendidikan yang bervariasi, misalnya para lulusan SMK dan SMA dimungkinkan tidak mempunyai keterampilan yang diperlukan untuk memasuki pasar kerja formal; (3) Kurangnya pengalaman kerja; (4) Perubahan struktur ekonomi dan digitalisasi; serta (5) Tingkat pendidikan yang terlalu tinggi untuk pekerjaan tertentu.
PENDAPATAN PER KAPITA
Untuk menggambarkan informasi pendapatan secara riil sampai saat ini masih sulit diperoleh. Namun setidaknya penulis dapat menjelaskan dari sisi Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.
PDB per Kapita atas dasar harga berlaku (adhb) di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 74.964,7 ribu rupiah atau tumbuh sebesar 3,93% dibandingkan tahun 2022 (BPS, Publikasi Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Pengeluaran 2019-2024, Volume 10, 2024).
BACA JUGA:Kabar Pemecatan Shin Tae-yong Mencuat: Erick Thohir Bertemu Erik ten Hag, PSSI Dikabarkan ke Belanda
Nilai PDB per Kapita adhb setahun ini setara dengan 6.247.058 rupiah sebulan. PDB per Kapita ini tentunya perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas, karena adanya perbedaan signifikan dalam pengeluaran per kapita antara daerah perkotaan dan pedesaan, biaya hidup, dan akses terhadap barang dan jasa, serta pola konsumsi rumah tangga terhadap makanan dan non-makanan, seperti perumahan, transportasi, dan pendidikan.
Dari gambaran keempat indikator makro ekonomi ini yang sejatinya masih ada indikator-indikator makro ekonomi lainnya, terlihat struktur perekonomian nasional umumnya masih mengandalkan sektor pertanian yang secara ekonomik belum bisa diandalkan dalam kemapanan ekonomi masyarakat, di tengah fluktuasinya harga kebutuhan bahan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat, juga tingkat pengangguran yang justru tinggi di daerah perkotaan, dan pendapatan per kapita yang mungkin belum merata di berbagai daerah, menuntut pertimbangan yang matang dan akuntabel dalam menaikkan PPN. (*)
*Penulis adalah adalah Statistisi Ahli Muda pada Badan Pusat Statistik Kota Cirebon