Seluk Beluk Somasi Dalam Ranah Hukum Menuju Perdamaian
ilustrasi-istimewa-
Oleh: Dr Aji Halim Rahman SH MH
DALAM kehidupan sehari-hari, kata Somasi sudah tidak Asing lagi, atau sering dijumpai. Terutama berkaitan dengan kegiatan Keperdataan.
Seperti halnya kerja sama usaha, perjanjian kredit seperti perbankan, leasing dan lain sebagainya. Somasi bisa terjadi karena salah satu pihak telah melakukan wanprestasi dalam hukum perdata.
Wanprestasi terjadi apabila debitur tidak dapat memenuhi suatu kewajiban karena kesalahan debitur, baik disengaja maupun kelalaiannya, atau karena force majeure atau overmacht, yaitu peristiwa di luar kendali debitur.
BACA JUGA:Tips Memilih “Jodoh” untuk Anak
Maka, dalam menyelesaikan permasalahan tersebut biasanya dilakukan penyelesaian secara non litigasi dalam bentuk melakukan somasi.
Somasi adalah sebuah teguran atau peringatan. Maka itu, jika seseorang mendapatkan surat somasi maka orang tersebut mendapatkan surat teguran atau peringatan atas perbuatan yang telah dilakukannya.
Fungsi somasi sendiri dalam hal ini adalah sebagai bentuk peringatan untuk pihak tertentu atas sikap atau tindakan ilegal.
Jika isi surat somasi ini tidak diindahkan maka pihak yang menggugat bisa membawanya ke jalur hukum. Selain tindakan ilegal, penyebab lain dari somasi adalah perkara ingkar janji atau wanprestasi yang sudah tertulis dalam perjanjian atau kontrak yang sudah disepakati.
BACA JUGA:Jadi Buruan Real Madrid
Somasi juga berfungsi sebagai dasar menentukan itikad baik seseorang dalam menyelesaikan tanggungjawabnya sebagaimana yang telah di perjanjikan atau disepakati.
Sebagai dasar hokum, somasi secara perdata dapat ditemui dalam peraturan hukum, antara lain: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek voor Indonesie, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tentang Gagasan Menganggap Burgerlijke Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang, Putusan Mahkamah Agung Nomor 186 K/Sip/1959, Putusan Mahkamah Agung Nomor 17 K/Sip/1956, serta Putusan Mahkamah Agung Nomor 52/K/Sip/1972.
Dalam hal somasi, tentu memiliki konsekuensi bagi para pihak. Pertama, konsekuensi yang bersifat biasa. Konsekuensi ini biasanya setelah somasi dikirimkan tanpa ada tanggapan pihak yang disomasi.
Bisa karena sengaja, bisa juga karena kondisi yang membuatnya tidak dapat melakukan sesuatu hal (pasrah) dalam memenuhi prestasinya.