Menakar Dinamika DPRD Kepemimpinan Eman-Dena
Oleh: Adi Junadi
HASIL Pilkada Kabupaten Majalengka 2024 menempatkan Eman Suherman dan Dena Muhammad Ramdhan sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih.
Keunggulan pasangan Eman-Dena atas pasangan Karna Sobahi dan Koko Suyoko mencerminkan dinamika politik yang berkembang di masyarakat, sekaligus memberikan gambaran awal tentang peta kekuatan DPRD Kabupaten Majalengka di era kepemimpinan baru ini.
Pasangan Eman-Dena mendapat dukungan signifikan dengan 28 kursi DPRD. Dukungan tersebut berasal dari PAN dengan 5 kursi, Golkar 7 kursi, Gerindra 5 kursi, PKB 6 kursi, PPP 4 kursi, dan Demokrat 1 kursi.
BACA JUGA:Ancaman Lain Pergantian Musim
Sebaliknya, pasangan Karna Sobahi dan Koko Suyoko mengandalkan dukungan dari 22 kursi, yang terdiri atas PDI Perjuangan sebanyak 15 kursi dan PKS dengan 7 kursi.
Dengan jumlah tersebut, Eman-Dena memiliki keunggulan politik di DPRD, yang memungkinkan lebih mudah mengawal kebijakan strategis.
Dominasi ini memberikan peluang besar bagi pasangan terpilih untuk merealisasikan program-program unggulan, asalkan mampu menjaga harmoni di internal legislatif.
Namun, keunggulan jumlah kursi bukan tanpa tantangan. Meski berada di posisi minoritas dengan 22 kursi, oposisi yang terdiri dari PDI Perjuangan dan PKS tetap memiliki kekuatan signifikan.
BACA JUGA:Lolos Verifikasi, ODF 100 Persen
PDI Perjuangan sebagai fraksi terbesar dengan 15 kursi, ditambah PKS dengan 7 kursi, memiliki potensi besar untuk menjadi pengimbang yang kritis.
Oposisi dapat memainkan peran penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Lebih lagi, pengalaman politik Karna Sobahi yang pernah memimpin Majalengka berpotensi memperkuat strategi oposisi melalui masukan-masukan yang konstruktif dari para kader pendukungnya.
Dalam situasi ini, Eman-Dena perlu membangun komunikasi yang efektif dengan seluruh fraksi di DPRD. Kemampuan untuk membangun konsensus dan mengakomodasi masukan dari semua pihak, termasuk dari oposisi, akan menjadi kunci menjaga stabilitas politik dan keberlanjutan program kerja mereka.
Selain itu, keberagaman partai-partai koalisi pendukung juga menjadi tantangan tersendiri. Jika tidak dikelola dengan baik, perbedaan kepentingan antar partai bisa memicu konflik yang mengganggu stabilitas pemerintahan.