PPN 12 Persen: Pengusaha Ritel dan Mal Khawatir, Bagaimana di Cirebon?

Ilustrasi PPN 12 persen.-istimewa-radar cirebon

CIREBON- Di tengah penurunan angka pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah bakal melaksanakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. 

Dan, rencana kenaikan PPN jadi 12 persen ini masih menjadi hal yang dikhawatirkan kalangan pengamat ekonomi dan pengusaha, termasuk di sektor ritel dan pusat perbelanjaan. Hal ini seperti disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja.

Dalam keterangannya, Alphonzus Widjaja mengatakan kenaikan PPN 12 persen dikhawatirkan berpengaruh kepada harga produk dan barang yang diperjual-belikan, sehingga berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. “Kami sudah meminta pemerintah untuk menunda kenaikan PPN ini karena berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat," ujar Alphonsus dalam keterangan resminya di Disway (Radar Cirebon Group), Senin (18/11/2024).

Selain itu, masih kata Alphonzus, penurunan daya beli masyarakat nanti akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Apalagi mengingat kontribusi konsumsi rumah tangga mencapai 57% dari total produk domestik bruto (PDB). “Masyarakat Indonesia kan didominasi kelas menengah. Kalau ini terganggu, pertumbuhan ekonomi akan terdampak," ucap Alphonzus.

BACA JUGA:Indonesia vs Arab Saudi: Tenang, Masih Ada Jalan!

Dari Cirebon, Supervisor Yogya Cirebon Junction, Istanto, menuturkan bahwa sejumlah tenant telah mengeluhkan dengan adanya kabar kenaikan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025. Di tengah perekonomian pasca pandemi yang belum pulih sepenuhnya, hal ini cukup memberatkan para tenant. “Tentu ini akan berimbas pada kenaikan biaya sewa. Sejumlah tenant pun mengaku tidak bisa membayar jika sewa dinaikan," ungkap Istanto saat dihubungi Radar Cirebon, Senin (18/11/2024). 

Saat ini pihaknya memiliki sekitar 50 tenant. Meski belum diterapkan, sejumlah tenant berharap tak ada kenaikan biaya sewa. “Untuk ketentuan kenaikan biaya sewa ini tentu kami masih menunggu keputusan head office," jelasnya. 

Selain berimbas pada harga sewa, hal ini juga akan turut berimbas pada kenaikan harga barang yang dijual. Jika ekonomi belum pulih, tentu ini akan berimbas pada daya beli masyarakat. “Konsumen juga akan turut kena harga barang dan kebutuhan yang meningkat," ujarnya. 

Namun demikian, kata Istanto, pihaknya akan turut serta dalam regulasi yang diterapkan pemerintah ke depan. Diharapkan kebijakan yang diterapkan bisa memberikan stimulus pertumbuhan ekonomi yang baru.

BACA JUGA:Pj Gubernur Jabar Tinjau Dampak Rob Eretan Indramayu

Terpisah, Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP APINDO), Ajib Hamdani, mengatakan para pengusaha juga khawatir dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh PPN 12 persen. “Pemerintah membutuhkan para pengusaha untuk membantu memungut pajak dari masyarakat untuk disetorkan ke negara. Maka dari itu ketika pemerintah mengeluarkan sebuah aturan (perpajakan), harusnya mengajak semua sektor terkait, karena dunia usaha punya sebuah proyeksi,” ujar Ajib dalam keterangan tertulisnya, Senin 18 November 2024.

Ajib pun menyampaikan harapannya agar pemerintah dapat mengkaji peraturan di balik PPN 12 persen ini secara teliti sebelum diterapkan secara resmi. Hal ini dikarenakan PPN 12 persen berpotensi mempengaruhi daya beli masyarakat. “Bagaimana satu sisi penerimaan negara bisa aman, tapi daya beli masyarakat juga tidak terkontraksi secara eskalatif di bawah,” tandas Ajib Hamdani.

Kritikan juga disampaikan Ekonom Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda. Ia meminta pemerintah untuk membuat kebijakan yang pro daya beli masyarakat. “Pemerintah seharusnya bikin kebijakan yang pro terhadap daya beli, bukan malah menekan daya beli masyarakat,” kata Huda kepada JPNN (Radar Cirebon Group). 

Kata dia, tarif PPN pada tahun depan merupakan keputusan yang kurang bijak mengingat daya beli masyarakat masih cukup terpukul. Menerapkan PPN 12 persen, sambungnya, berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) masyarakat. 

Tag
Share