Kecanduan Judi Online Masuk Kategori Gangguan Jiwa, Psikiater RSCM: Banyak Pasien Dirawat
kecanduan judi online-disway.id-
RADARCIREBON.BACAKORAN.CO - Kecanduan judi kini telah resmi dikategorikan sebagai gangguan jiwa.
"Kecanduan judi sudah dimasukkan dalam kategori gangguan jiwa pada DSM-5 dan juga ICD-11," jelas psikiater konsultan adiksi RSCM, Dr. dr. Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ(K), dalam media gathering, dikutip 8 November 2024.
Sebelumnya, kecanduan judi telah diakui dalam DSM-4 sebagai "gambling disorder" dan pada DSM-3 disebut "pathological gambling."
"Pada ICD-11, kecanduan judi juga tercantum sebagai 'gambling disorder' di bawah bab adiksi atau kecanduan, sehingga gambling disorder ini memang merupakan bagian dari gangguan adiksi," paparnya.
Lebih lanjut, Dr. Kristiana menjelaskan bahwa kecanduan judi memiliki kemiripan dengan kecanduan narkoba, di mana terdapat diagnosis resmi sebagai gangguan jiwa.
"Jadi kita bisa mendiagnosis secara resmi dan memberikan kode secara resmi untuk seseorang yang mengalami kecanduan judi."
Namun, tidak semua orang langsung mengalami kecanduan; adiksi biasanya muncul setelah melewati tahap "hazardous gambling."
BACA JUGA: 3.829 Orang KPPS Siap Bertugas di 547 TPS di Kota Cirebon
"Hazardous gambling adalah kondisi di mana seseorang belum mengalami dampak negatif langsung dari perilaku judinya tetapi berisiko tinggi menjadi pecandu. Misalnya, nilai taruhan meningkat atau durasi bermain semakin lama, meskipun belum menimbulkan masalah besar karena uangnya masih cukup atau taruhannya kecil," jelasnya.
Perjudian online yang semakin marak di masyarakat kian meresahkan karena berdampak buruk, tidak hanya bagi individu dan keluarganya, tetapi juga bagi pemerintah.
Kristiana mengungkapkan bahwa pasien pecandu judi online semakin banyak ditemukan. Bahkan, RSCM saat ini merawat sekitar 100 pasien rawat inap dengan kecanduan judi, sementara jumlah pasien rawat jalan mencapai dua kali lipatnya.
"Pasien judi online yang dirawat inap di RSCM mencapai 100 orang, sedangkan yang rawat jalan dua kali lipatnya," ungkapnya.
Menurutnya, fenomena ini mulai meningkat sejak 2021 dan terus memburuk selama pandemi COVID-19, bahkan setelah pandemi berakhir.