Wakil Walikota Bogor: Alhamdulillah Diterima Hakim
Walikota dan Wakil Walikota Bogor, Bima Arya dan Dedie A Rachim, masih akan menjabat hngga April 2024.-istimewa-radar cirebon
BOGOR- Walikota dan Wakil Walikota Bogor, Bima Arya dan Dedie A Rachim, masih akan menjabat hngga April 2024. Artinya, tak jadi lengser pada bulan Desember ini. Mahkamah Konstitusi (MK) mutuskan menerima gugatan terkait Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Ya, secara otomatis, sejumlah kepala daerah angkatan yang pilkadanya pada 2018 dan dilantik 2019 batal berakhir pada Akhir Desember ini. Sebelumnya, Bima Arya dan Dedie A Rachim bersama sejumlah kepala daerah lainnya melayangkan gugatan ke MK pada 15 November lalu.
“Alhamdulillah setelah melalui proses konstitusional, kami mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan ketetapan akhir masa jabatan kepala daerah yang pelantikan dilaksanakan 2019, hari ini diterima atau dikabulkan oleh Majelis Hakim,” kata Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim kepada Radar Bogor (Radar Cirebon Group), Kamis 21 Desember 2023.
Menurut dia, dengan adanya putusan ini menguatkan kepemimpinan Bima Arya-Dedie A Rachim untuk melaksanakan seluruh sisa masa jabatan hingga April 2024. “Secara lebih totalitas lagi memberikan kontribusi terbaik khususnya masyarakat Kota Bogor,” tandas dia.
BACA JUGA:Bupati Cirebon Tak Jadi Lengser Akhir Desember 2023
Sebelumnya, Walikota Bogor Bima Arya bersama sejumlah kepala daerah lainnya mengajukan gugatan terkait Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun para pemohon merasa dirugikan, karena masa jabatannya akan terpotong, yaitu berakhir pada tahun 2023, padahal pemohon belum genap 5 tahun menjabat, sejak dilantik.
Sidang tersebut digelar di Mahkamah Konstitusi, dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, Rabu (15/11). Para pemohon, adalah kepala daerah yang terdiri dari Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, Wali Kota Tarakan Khairul.
Di hadapan hakim, Bima Arya menekankan terkait gugatan yang dilakukan ini, sebelumnya sudah melalui diskusi dan analisis mendalam. Di mana untuk memastikan bahwa kepala daerah yang melakukan gugatan, adalah kepala daerah angkatan yang Pilkadanya pada 2018 dan dilantik 2019. “Itu point pertama,” kata Bima Arya.
BACA JUGA:Indeks Meritokrasi Kabupaten Cirebon Naik 298,5
Menurut dia, para pemohon menguji Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Para pemohon merasa dirugikan dengan Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada tersebut, karena pasal tersebut mengatur masa jabatan hasil Pilkada tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023, padahal para pemohon mengaku dilantik pada 2019, sehingga terdapat masa jabatan yang terpotong mulai dari 2 bulan hingga 6 bulan.
“Kedua, kami pastikan bahwa ini ada kekosongan norma, artinya yang diatur di pasal 201 itu lebih kepada waktu pemilihan tidak menjelaskan masa jabatan,” ucapnya.
Pada kesempatan itu, Bima Arya menilai ada kekosongan norma. “Dan kami pastikan tidak mengganggu keserentakan tadi, sebagai contoh pak Marten Taha Walikota Gorontalo ini yang paling ujung masa berakhirnya yaitu Juni 2024, artinya kalaupun Pilkadanya dimajukan di September maka Insya Allah tidak akan mengganggu tahap keserentakan tadi,” papar Bima Arya.
Point berikutnya, Bima Arya melihat bahwa pejabat wali kota, bupati, hingga pejabat gubernur dalam hal ini merupakan langkah politik yang sifatnya lebih kepada kedarutatan, dalam rangka penyesuaian keserentakan.
“Artinya manakala siklus tidak mengganggu keserentakan, maka semestinya pejabat definitiflah yang lebih bisa menjalankan pemerintahan secara ideal,” imbug dia.