Dishub Serahkan Kelanjutan BRT ke Penilaian Masyarakat
Ilustrasi-DOKUMEN-RADAR CIREBON
CIREBON - Desakan penghentian operasional Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Cirebon ditanggapi oleh Dinas Perhubungan Kota Cirebon. Kelanjutan operasional BRT akan dikembalikan ke keinginan masyarakat.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cirebon, Drs Andi Armawan MSi menyebutkan bahwa setiap program dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pasti menuai respons pro dan kontra di masyarakat.
Contohnya, kebijakan Pemkot Cirebon yang memberikan layanan bus BRT sebagai moda transportasi massal tidak semua orang berpendapat sama. Ada juga yang menganggap kebijakan ini tidak efektif, seperti yang disampaikan oleh pihak Organda.
”Kami menerima masukan dan saran dari senior saya, Bapak H. Yuyun, Ketua Organda. Setiap kebijakan yang dibuat pemerintah pasti akan mendapat respons yang beragam, dan itu hal yang biasa. Saya menghormati hak beliau untuk berpendapat,” ujar Andi Armawan, Kamis (24/10).
Yang jelas, pihaknya sebagai fungsi pelayanan di bidang transportasi dan angkutan mengembalikan keputusan ke depannya tergantung pada respons dari masyarakat pengguna jasa layanan transportasi.
”Jika masyarakat sebagian besar menilai BRT masih diperlukan, kami siap melanjutkan pelayanan ini. Namun, jika mayoritas menginginkan evaluasi, mari kita merumuskan bersama solusi selanjutnya,” ungkapnya.
Organda Cirebon meminta agar Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon menghentikan pengoperasian Bus Rapid Transit (BRT) karena dinilai tidak efektif dan tidak berdampak signifikan dalam sistem moda transportasi di Kota Cirebon.
Ketua Organda Cirebon, H. Yuyun Wahyu Kurnia SE SH MM mengatakan bahwa selain mendesak penghentian pengoperasian BRT, pihaknya juga meminta agar anggaran subsidi Public Service Obligation (PSO) untuk operasional BRT dicoret dari anggaran tahun 2025 mendatang.
Anggaran subsidi PSO untuk operasional BRT tersebut nilainya terus membengkak setiap tahunnya jika dibandingkan dengan awal pengoperasian BRT pada tahun 2020.
Di awal pengoperasian pada koridor 1, belanja subsidi yang dianggarkan untuk menopang operasional BRT berasal dari APBD Kota Cirebon sebesar Rp500 juta.
Beberapa tahun berikutnya, angka tersebut terus meningkat. Pada tahun 2024, anggaran yang tercatat sebesar Rp1,5 miliar. Dengan besarnya nilai subsidi tersebut, manfaatnya terhadap dunia transportasi di Kota Cirebon dipertanyakan.
”Gak ada manfaatnya, BRT disubsidi kurang lebih sekitar Rp1,5 miliar, hanya membuang uang rakyat saja, efeknya tidak sebanding,” ujar Yuyun, Rabu (23/10).
Dia menilai bahwa ketimbang untuk subsidi operasional BRT, anggarannya lebih baik dialihkan untuk program subsidi peremajaan angkutan kota (angkot).
Misalnya, untuk membiayai jasa konsultan yang bertugas mengkaji tentang lalu lintas dan angkutan di Cirebon.