Literasi yang Keropos

Ilustrasi literasi.-istimewa-

BACA JUGA:Rudal Iran Serang Tel Aviv, 100 Rumah Rusak

Negara dan lembaga pendonor (korporasi) yang bersimpati pada dunia literasi telah membuka peluang kerjasama melalui mekanisme pengajuan proposal bantuan untuk komunitas literasi.

Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek, terpantau telah mengumumkan akan memberikan bantuan pendanaan bagi setiap komunitas penggerak literasi yang dinyatakan lolos seleksi.

Inisiatif ini penting disambut baik. Namun, di lain sisi, kita patut mendasarkan kecurigaan amat dalam. Pasalnya, bantuan berupa modal kapital oleh negara atau korporasi jarang berkepentingan tunggal, selalu memiliki kepentingan ganda dan itu terselubung.

Kehadirannya (negara atau korporasi) hanya realitas citraan yang terkadang selalu dimanipulasi. Sekaitan dengan itu, Martin Heidegger telah mengungkapnya dalam filsafat Fenomenologinya.

BACA JUGA:Presiden Korsel Perintahkan Evakuasi Warga dari Timur Tengah

Heidegger mengatakan bahwa kehadiran atau Ada (Zein) sebagai sesuatu yang menampakkan kedirian.

Fenomenologi ala Martin Heidegger mengemukakan bahwa setiap realitas menyibak fenomena yang darinya mengungkap yang Ada.

Heidegger lebih lanjut menjelaskan bahwa kita harus membiarkan yang Ada menampakkan diri pada dirinya sendiri (Hardiman, 2016).

Kendati demikian, penampakan Ada tidak pernah sederhana. Terkadang, penampakan yang Ada adalah tersembunyi atau hanya kepura-puraan menampakkan diri. Apa maksudnya?

BACA JUGA:Bappelitbangda Canangkan Program Karya Tulis Ilmiah

Kita cenderung memaknai fenomena sebagai apa adanya, padahal fenomena tidak selalu menampakkan diri apa adanya.

Pada konteks inilah kapitalisasi literasi menimbulkan masalah. Bantuan modal kapital kepada komunitas literasi, di balik layar -sebenarnya- adalah bentuk kamuflase.

Tujuan sebenarnya adalah kepentingan menjaga reputasi di mata global alih-alih menjadikan literasi sebagai instrumen legitimasi kekuasaan.

Jangan dilupakan sebagaimana Foucault menjelaskan, negara adalah superstruktur yang memiliki perangkat jaringan yang berfungsi menginvestasi seksualitas, pengetahuan, teknologi, kekerabatan, keluarga, dan tubuh sekalipun (Foucault, 2017) untuk melanggengkan kekuasaan.

Tag
Share