Kementerian Agama (Kemenag) akan menggencarkan sosialisasi untuk menjauhi segala bentuk perjudian. Termasuk judi online alias judol. Apalagi, Dirjen Bimas Islam Kemenag masuk dalam struktur Satgas Pemberantasan Judi Online.
Sosialisasi judol itu di antaranya melibatkan penghulu dan penyuluh agama. Dua profesi tersebut sangat dekat dengan keseharian masyarakat. Para penghulu, misalnya, dapat melakukan sosialisasi kepada setiap pasangan mempelai yang akan dinikahkan.
”Kami rencananya membuatkan surat edaran kepada penyuluh dan penghulu,” kata Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Senin (24/6).
Para penyuluh dan penghulu, tegas Kamaruddin, memang harus responsif terhadap realitas dan dinamika di tengah masyarakat. Ketika judol marak dan sangat merugikan masyarakat, secara otomatis para penyuluh dan penghulu harus aktif memberikan bimbingan kepada masyarakat. ”Judi, apa pun bentuknya, dilarang dan bertentangan dengan agama,” tandasnya.
BACA JUGA:Nasabah BRI Unit Lemahabang Boyong Hadiah Utama Mobil All New Avanza
Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan mendesak pemerintah segera melakukan pencegahan secara masif dan luas dengan sasaran anak-anak dan orang tua. Dia menegaskan, dampak judol pada anak sebagai korban maupun pelaku bisa sangat fatal. Anak akan mengalami ketergantungan, terutama pada hal-hal yang spekulatif, halusinasi, hingga akhirnya berujung depresi.
”Mereka mimpi tinggi dapat uang besar dengan cara mudah, menganggap setelah kalah akan menang, padahal pasti kalah lagi dan lagi. Sehingga akhirnya mengalami gangguan kesehatan mental,” ungkapnya.
Kawiyan mengakui, di era digital saat ini, aksesibilitas anak-anak pada perangkat digital dan internet begitu mudah. Berdasar data BPS, 88,9 persen anak Indonesia usia 5–17 tahun sudah tersambung dengan internet. Sebagian besar dari mereka mengonsumsi media sosial.
”Sementara, kita tahu apa yang ada di media sosial, banyak konten yang tidak terkonfirmasi kebenarannya, tidak tersensor dan terverifikasi, yang dapat dengan mudah ditonton anak-anak,” jelasnya.
BACA JUGA:Helat Pelatihan IKM bagi Warga Binaan
Tidak hanya dalam bentuk perkataan yang tidak semestinya, ada pula adegan kekerasan, pornografi, hingga perjudian online ada di sana. Karena itu, Kawiyan menekankan perlunya pengawasan dan pendampingan orang tua.
”Anak-anak rentan terhadap kecanduan judi online ini juga lantaran aksesibilitas dan keterpaparan. Hampir semua daerah di Indonesia sudah tersambung dengan internet. Problemnya, banyak anak yang beraktivitas di ranah daring tidak mendapatkan pengawasan dan pendampingan dari orang tua dengan baik,” paparnya.
Di sisi lain, terdapat fakta bahwa operator judol berada di perbatasan Kamboja, Thailand, dan Myanmar, sementara yang diduga bos judol justru menikmati hidup di Indonesia. Mereka berlindung dengan celah hukum bahwa judi legal di Kamboja.
Pakar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menerangkan, Kamboja dan Myanmar dipastikan merupakan negara yang melegalkan judi. Karena itu, kedua negara menjadi tempat favorit untuk para bandar judi membawa perusahaan dan uangnya.
BACA JUGA:Bawa Kasus ke Ranah Hukum