Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan, banyak korban judi online yang mengambil dana dari pinjaman online (pinjol). Akibatnya, sudah bangkrut, dikejar-kejar utang pula.
Saat ini PPATK telah memblokir sekitar 5 ribu rekening dari 3,5 juta orang yang terindikasi bermain judi online di Indonesia. Sekitar 80 persen dari jutaan orang itu bermain judi online dengan nominal di bawah Rp100 ribu. Yang bermain juga dari banyak kalangan. ”Mulai anak SD,” ujar Koordinator Humas PPATK Natsir Konga, Selasa 18 Juni 2024.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, saat ini pihaknya terus membantu Menko Polhukam dalam hal pemberantasan judi online.
”Semua wajib tetap waspada pola-pola baru yang sangat mungkin dilakukan para mastermind judi online," tutur dia. Di antaranya, yang terdeteksi adalah judi online yang menggunakan fintech, e-wallet, dan bitcoin.
BACA JUGA:Nina Siap Dua Periode
PPATK menganalisis sumber dana yang digunakan untuk bertaruh. Salah satunya menggunakan pinjol. ”Bayangkan kalau sudah habis (uang) masih dikejar utang pinjol dengan (bunga) selangit itu,” katanya.
Berdasar data PPATK, jumlah transaksi judi online melonjak sejak 2020. Pada tahun itu terdapat 5,6 juta transaksi dengan nilai mencapai Rp 15,7 triliun. Angka tersebut naik pada tahun 2021 dengan 43,5 juta transaksi dan nilai mencapai Rp 57,9 triliun.
Sementara itu, Ketua Harian Pencegahan Satgas Pemberantasan Judi Online sekaligus Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan, pemerintah menaruh perhatian pada kejahatan siber yang membawa korban anak-anak. ”Dalam waktu tidak lama kami akan mengeluarkan regulasi mengenai child online protection,” katanya.
Budi menegaskan, anak-anak perlu dilindungi dari kejahatan siber seperti pornografi dan bullying. Termasuk judi online yang sudah merambah ke pelajar.
BACA JUGA:Idul Adha Jadi Momen Tingkatkan Ketakwaan dan Kesalehan Sosial
Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, selama ini pemberantasan judi online belum menimbulkan efek jera karena belum sepenuhnya mengebiri kemampuan bandar judi. Selain KUHP dan UU ITE, seharusnya penegak hukum menjerat dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang hukumannya lebih berat.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meluruskan isu soal korban judi online bakal menerima bansos. ”Jadi, itu terjadi misleading, tidak begitu,” tegasnya setelah salat Idul Adha 1445 H di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta.
Sebagian masyarakat berpikir bahwa korban yang dimaksud adalah pelaku. Padahal bukan demikian. Di poin itu, Muhadjir menekankan bahwa korban judi online yang dimaksud bukan pelaku judi online itu sendiri. Melainkan pihak keluarga atau individu terdekat dari para pejudi yang dirugikan, baik secara material, finansial, maupun psikologis.
Menurut Muhadjir, tak jarang pihak keluarga atau individu terdekat jatuh miskin akibat ulah pelaku judi online. ”Kalau memang dipastikan dia telah jatuh miskin akibat judi online, ya dia akan dapat bansos. Jadi, jangan terus bayangkan pemain judi, kemudian miskin, kemudian langsung dibagi-bagi bansos. Bukan begitu,” jelasnya. Hal tersebut sesuai dengan amanat UUD Pasal 34 ayat 1 bahwa orang miskin menjadi tanggung jawab negara.
BACA JUGA:LSM Frontal Sebut Ada Negara dalam Negara