Cecep menegaskan bahwa pemkot mengubah perda tersebut, bukan malah menunda pembayaran pajak, karena dalam konstitusi, orang yang tidak mampu dan miskin harus dibebaskan dari pembayaran pajak.
Cecep menambahkan bahwa terlalu banyak jenis pajak yang harus dibayarkan, mulai dari pajak tanah dan bangunan (PBB), pajak kendaraan bermotor, pajak listrik, pajak penerangan jalan umum (PJU), pajak restoran, pajak air, retribusi parkir, pajak hotel, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak warisan, dan lain sebagainya.
“Kita memiliki terlalu banyak jenis pajak,” ujarnya.
DPRD Janji Revisi Perda PBB
CIREBON - Peninjauan kembali nilai jual objek pajak (NJOP) yang menjadi dasar pengenaan tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2024, bukanlah hal yang tidak mungkin.
Meskipun demikian, hal ini pasti akan berdampak pada struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Cirebon yang telah disetujui.
Dalam postur APBD Kota Cirebon tahun 2024, pendapatan asli daerah (PAD) dari PBB telah ditetapkan sebesar Rp70,3 miliar. Angka ini naik dua kali lipat dari target PBB tahun 2022 yang hanya sebesar Rp35 miliar.
Pada dasarnya, tanpa mengubah postur APBD 2024, penurunan tagihan PBB masih memungkinkan dilakukan. Namun, hal ini bergantung pada kemampuan Pemkot Cirebon untuk mencari sumber PAD lain yang tidak memberatkan masyarakat.
Oleh karena itu, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD harus segera menemukan potensi PAD lain yang masih bisa dimanfaatkan, jika memang ada niat serius untuk merevisi tagihan PBB 2024 yang dianggap terlalu tinggi.
Ketua DPRD Ruri Tri Lesmana menyatakan bahwa peninjauan ulang tagihan PBB akan memengaruhi struktur APBD tahun 2024, khususnya terkait target pendapatan.
Oleh karena itu, rencana penyesuaian tagihan tersebut harus mempertimbangkan peningkatan pendapatan dari sektor lain selain PBB. Menurutnya, masih cukup wajar untuk memaksimalkan potensi pendapatan dari target pajak daerah 2024.
DPRD telah mengambil sikap tegas untuk merevisi peraturan yang telah ditetapkan dalam waktu dekat.
“Tuntutan masyarakat terhadap hal ini akan kami pertimbangkan untuk merevisi peraturan walikota,” ujarnya.
Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon H Karso SIP menjelaskan bahwa kenaikan tagihan PBB tersebut dipengaruhi oleh pendekatan NJOP yang mengikuti harga pasar, sehingga menyebabkan lonjakan hingga mencapai 100 hingga 1000 persen. Padahal, sebelumnya hanya sekitar 20-25 persen dari harga pasar.
“PP 35/2023 tentang PDRD menyebabkan NJOP mengikuti harga pasar, dan hal ini melebihi perkiraan kami,” ujarnya.