CIREBON - Penolakan yang hebat terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Cirebon ternyata berdampak panjang.
Selain DPRD yang tidak cermat dalam pembahasan peraturan daerah (Perda), Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menangani PBB dituding menjadi penyebab keributan terhadap kenaikan PBB yang berlipat-lipat.
Sumber dari Radar di lingkungan Pemkot Cirebon menyebutkan, protes keras terhadap kenaikan tarif PBB disebabkan kurangnya analisis mendalam dari Pemkot Cirebon, khususnya BPKPD.
Menurut sumber itu, karena masalah ini berkaitan langsung dengan masyarakat dari berbagai kelas, dari atas hingga bawah, seharusnya dilakukan analisis yang mendalam.
“Menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan cepat melalui kenaikan PBB akan menimbulkan gejolak di masyarakat,” ujarnya.
Menurut sumber Radar itu, Kepala BPKPD juga harus bertanggung jawab atas kenaikan PBB yang dilakukan secara gegabah, sehingga wajar jika warga melakukan demo menolak kenaikan PBB.
“Tarif PBB dinaikkan tanpa adanya analisis. Mereka hanya mengejar peningkatan target baru sebatas usulan, tetapi langsung disetujui,” tegasnya.
Sumber dari Radar ini membeberkan bahwa informasi ini diperoleh dari pembuatan perkiraan proyeksi, karena pimpinan BPKPD tidak mampu, sehingga langsung dilaporkan ke pihak atas, yaitu walikota.
“Sampai Pak Arif (Pelaksana Jabatan Sekretaris Daerah) berkali-kali bertanya apakah proyeksi ini sudah benar. Karena dianggap telah final, akhirnya dibawa ke dewan untuk disinkronkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” ungkapnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum, Dr Cecep Suhardiman SH MH mengkritisi hasil dari hearing masyarakat di DPRD dibuat menjadi petisi.
Cecep mempertanyakan bagaimana mungkin ketua DPRD dan sekda ikut menandatangani atas nama masyarakat.
Mereka seharusnya menjadi penerima aspirasi masyarakat sehingga jelas bahwa penolakan tersebut berasal dari masyarakat atas kebijakan DPRD dan Pemkot.
Dalam berita acara tersebut, kata Cecep, harusnya poin-poinnya jelas, yaitu masyarakat menolak kenaikan PBB dan lain-lain, serta mencabut perda tentang pajak daerah.
Selanjutnya, mendesak walikota untuk mengajukan rancangan peraturan daerah (aperda) pajak daerah yang baru untuk mencabut perda yang lama.
“Kenaikan PBB diatur dalam perda dan tidak boleh melebihi 5 atau 10%, serta harus dilakukan melalui perda dan bukan peraturan walikota,” tegasnya.