Sebab pada hakikatnya, pendidikan karakter adalah sebuah proses terus-menerus berdasarkan sebuah nilai yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan (Doni Koesoema dalam bukunya Pendidik Karakter di Zaman Keblinger).
Islam telah menegaskan agar seorang muslim itu hendaknya mengerjakan apa yang dikatakan (QS ash-Shaf [61]: 2-3). Dan, tidak layak seseorang menyuruh orang lain mengerjakan kebajikan sementara dirinya tidak mengerjakannya (QS al-Baqarah [2]: 44).
Lebih lanjut, Doni Koesoema menyebutkan beberapa prinsip dasar yang menjadi fondasi pengembangan diri guru sebagai pendidik karakter. Pertama, menghidupi visi dan inspirasi pribadi. Salah satu tantangan guru sebagai pendidik karakter dalam sebuah masyarakat yang ditandai dengan jungkir balik tatanan nilai adalah menghidupi visi dan inspirasi yang menjadi jiwa bagi kinerja profesionalnya.
Sebab, dinamika masyarakat berkembang semakin pesat dan berlari dengan kecepatan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, membuat guru bisa mengalami kekaburan visi dan kekeringan inspirasi. Ini terjadi karena nilai-nilai yang tampil dalam masyarakat tidak selamanya selaras dengan dinamika kinerja dalam dunia pendidikan.
BACA JUGA:Menasehati Tanpa Melukai
Kedua, nemo dat quod non habet. Tidak seorang pun memberikan dari apa yang tidak dimilikinya. Inilah prinsip kedua bagi perkembangan profesional guru sebagai pendidik karakter.
Hakikat pekerjaan guru yang lebih banyak memberi ini lama kelamaan membuat guru kehabisan materi, energi dan kreativitas. Pengajaran bisa menjadi menjemukan, guru masuk dalam jebakan rutinitas dan kegiatan mengajar menjadi tidak menggairahkan.
Jika guru tidak dapat lagi menemukan kegairahan dalam mengajar, bagaimana mungkin guru dapat menanamkan semangat belajar dalam diri siswanya? Oleh karena itu, guru sebagai pendidik karakter harus mau berubah dengan melakukan pengembangan diri.
Ketiga, verba movent exempla trahunt. Kata-kata itu menggerakkan, namun keteladanan lebih memikat. Guru menjadi agen pembawa nilai bukan terutama melalui kata-kata, melainkan melalui keteladanan.
BACA JUGA:Dipenuhi Eceng Gondok dan Kumuh, Pengunjung Minta Segera Dibersihkan
Inilah prinsip dasar pendidikan karakter. Nilai itu diajarkan karena dapat dipraktikkan dan ditemukan contohnya di dalam praksis. Karena itu, guru harus menjadi orang pertama yang mesti memberikan keteladanan.
Keempat, kritis menera nilai. Melalui perilaku dan tindakannya guru menegaskan dan merefleksikan nilai-nilai yang menjadi bagian hidupnya.
Cermat mengkritisi perubahan tatanan nilai, menyaring dan menerapkan nilai-nilai baru dengan cara mengintegrasikannya pada dunia pendidikan merupakan conditio sine qua non keberadaan guru sebagai pendidik karakter.
Kelima, relasi interpersonal-kontekstual. Pendidikan karakter berkaitan dengan bagaimana nilai-nilai moral itu menjadi jiwa yang menghidupi sebuah komunitas.
BACA JUGA:Pimpin Upacara Hardiknas, Pj Bupati Sebut Gerakan Merdeka Belajar Sudah Membumi
Oleh karena itu, relasi pendidikan dalam proses pendidikan karakter bersifat relasional-kontekstual yang terbentuk dalam komunitas. Dalam artian, setiap individu yang terlibat dalam dunia pendidikan adalah pendidik karakter bagi yang lain.