Program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu) disambut gembira warga calon penerima manfaat (CPM). Hal itu terlihat dari antusiasme swadaya masyarakat dalam mewujudkan rumah layak huni bagi CPM.
Bentuk swadaya masyarakat ini di antaranya berupa biaya, material bahan bangunan, tenaga kerja, dan gotong royong. Adapun sumber swadaya, selain dari CPM itu sendiri, juga bisa dari masyarakat sekitar serta dukungan dari perangkat desa, tokoh masyarakat hingga CSR dari pengusaha setempat.
Tercatat, nilai swadaya yang terkumpul dari masyarakat mencapai Rp32,9 miliar. Program perbaikan rutilahu ini juga berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Tercatat sebanyak 5.032 warga terlibat sebagai pekerja pelaksanaan rehab rutilahu.
Pada tahun 2024, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Jabar mengalokasikan perbaikan rutilahu sebanyak 2.516 unit. Tersebar di sejumlah wilayah kumuh di Jawa Barat, program ini direncanakan rampung pada Desember 2024.
BACA JUGA:Tito Tolak Polri di Bawah Kemendagri
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Jabar Dr Indra Maha ST MT mengatakan pelaksanaan program perbaikan rumah tidak layak huni bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kualitas hunian yang sehat, aman dan nyaman. “Karena dari rumah yang sehat dan layak hunilah akan lahir generasi-generasi yang berkualitas sebagai penerus bangsa,” ujar Indra.
Pembangunan perumahan swadaya oleh masyarakat pada umumnya masih dirasakan belum memenuhi kualitas layak huni. Hal ini paling banyak tergambarkan di kawasan permukiman kumuh yang tidak hanya menggambarkan ketidakberaturan, rendahnya kualitas, dan kepadatan bangunan tapi juga menggambarkan tingkat ekonomi yang rendah dan juga sumber penyakit endemik.
Sebab itu, kata Indra, untuk membantu masyarakat dalam memenuhi standar kualitas rumah layak huni, diperlukan pendampingan, pembinaan dan rangsangan dari pihak eksternal, untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya kondisi rumah tinggal dengan kualitas standar layak huni.
Adapun nilai bantuan sosial perbaikan rutilahu, setiap unitnya dialokasikan dana sebesar Rp20 juta. Rinciannya, bahan bangunan senilai Rp17,5 juta. Upah kerja dialokasikan Rp2 juta dan Rp500 ribu untuk pembiayaan administrasi. Sementara itu, biaya tambahan lainnya bersumber dari swadaya masyarakat.
BACA JUGA:MSC Boyong Profesor Muda ke Cirebon
Untuk bahan bangunan, terdiri dari pekerjaan struktur dan rangka atap, pekerjaan dinding, penutup atap (genteng), pekerjaan lantai rabat, dan kamar mandi atau MCK dan septictank. Kriteria rumah layak huni ini harus memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya, keselamatan bangunan, kesehatan rumah, kecukupan ruang yang dinilai berdasarkan luas bangunan dan jumlah penghuni dengan standar SDGs (Sustainable Development Goals) 7,2 meter persegi per orang, dan terakhir kelayakan sanitasi.
Indra juga menjelaskan prinsip dari program perbaikan rutilahu. Yakni, masyarakat sebagai pelaku utama, bantuan sosial untuk kesejahteraan masyarakat, pengungkit keswadayaan masyarakat, gotong royong dan berkelanjutan, fasilitator pendamping masyarakat, tanpa pungutan biaya, output rumah layak dan terhuni, serta tepat sasaran prosedur, waktu pemanfaatan dan akuntabel.
Adapun kriteria penerima manfaat perbaikan rutilahu, di antaranya warga negara Indonesia dan sudah menikah, memiliki KTP dan kartu keluarga sesuai domisili, masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), memiliki legalitas kepemilikan tanah yang sah dan tidak dalam sengketa.
Selanjutnya, CPM belum pernah menerima bantuan perumahan dari sumber apapun, menghuni rumah satu-satunya yang tidak layak huni, bersedia berswadaya, bersedia memelihara hasil peningkatan kualitas (tidak diperjualbelikan) selama 5 tahun, berada di lokasi prioritas kawasan kumuh.
BACA JUGA:Cooling System Pasca Pilkada