Misalnya, kalau kita teliti judul buku Ir. Sukarno “Dibawah Bendera Revolusi” tentu saja menyimpan kesalahan karena “dibawah” ditulis serangkai. Penulisan yang benar adalah “di bawah”.
Namun, kita perlu secara objektif memahami bahwa ejaan yang berlaku ketika buku tersebut diterbitkan (1959) adalah Ejaan Soewandi yang belum menerapkan pembedaan “di” yang dipisah sebagai kata depan dan “di-“ yang dirangkaikan sebagai awalan pembentuk kata kerja.
Pembedaan itu diterapkan pada Ejaan yang Disempurnakan (1972). Inilah yang saya maksud dengan objektivitas ilmu pengetahuan.
Kita tidak dapat menghukumi benar-salah semata, tetapi harus dilihat pula konvensi (hasil kesepakatan) apa yang kita gunakan.
BACA JUGA:Peringati Sumpah Pemuda, Ahmad Syaikhu: Pemuda Harus Semakin Inovatif dan Kreatif dalam Pembangunan
Di ruang publik, frasa “pengentasan kemiskinan” telah akrab di telinga kita, bisa jadi, sejak masa pemerintahan Orde Lama hingga Orde Baru.
Masuk akal memang, karena di masa itu memang tengah gencar dilaksanakan program peningkatan perekonomian.
Dalam bingkai besar “pengentasan kemiskinan”, rupa-rupa program digelontorkan; subsidi beras untuk rakyat miskin (raskin), program keluarga berencana (KB), program transmigrasi, dan program inpres desa tertinggal (IDT).
Setelah Orde Baru tumbang, muncul program bantuan langsung tunai (BLT) dan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM).
BACA JUGA:Syaikhu Komitmen Kembangkan Potensi Desa Wisata di Kabupaten Sumedang
Kembali ke “pengentasan kemiskinan” sebagai frasa yang aneh, popularitas frasa ini seharusnya tidak serta-merta menutup inkonsistensi makna yang terbangun.
Oleh sebab itu, perlu ada argumentasi alternatif yang secara konsisten menunjukkan letak ketidaksesuaian struktur dan penggunaan frasa tersebut, apalagi di ruang publik.
KETIDAKSESUAIAN KATA DAN MAKNA
Agak sulit menemukan pihak yang menganggap frasa “pengentasan kemiskinan” sebagai sebuah frasa yang keliru. Setidaknya, saya hanya menemukan tulisan Apolonius Lase (Penyelaras Bahasa Kompas) di Kompas (26/3/2023) yang secara sederhana mengulas malasuai (ketidaksesuaian) frasa “Pengentasan Kemiskinan”. Oleh sebab itu, semoga esai ini menambah cakrawala berpikir dalam penggunaan frasa tersebut.
BACA JUGA: 689 Mahasiswa Unma Ikuti Prosesi Wisuda Program S1 dan Magister
Kata pengentasan berasal dari kata dasar entas yang mendapatkan imbuhan me-kan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan lema entas sebagai ‘angkat dari satu tempat ke tempat lain’ dan berkelas kata kerja (verba).