Pilkada tanpa Polarisasi Agama

Kamis 03 Oct 2024 - 19:29 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Polarisasi destruktif yang memicu komflik tersebut diantaranya adalah polarisasi agama. Polarisasi agama yang dimaksud adalah pertentangan dua kelompok yang memiliki faham berbeda dalam hal keagamaan, baik antar agama atau dalam satu agama yang dipergunakan untuk kepentingan politik.

Ini tentu harus dicegah. Agama yang mestinya menjadi pendamai terakhir dalam berbagai masalah, ternyata menjadi sumber konflik.

Bahkan dibuat sebagai sumber konflik untuk kepentingan politik. Polarisasi agama terjadi sejak tahun 2014 sampai tahun 2019. Di kurun ini Indonesia merasakan akibat dari polarisasi agama, terutama polariasi antar umat beragama Islam.

Pembagian Islam garis keras versus Islam nasionalis dan ramah, telah memunculkan istilah kadrun versus cebong. Hoaks dihampir memenuhi medsos. Ungkapan saling mengkafirkan mengerikan sering kali terdengar. Caci maki dengan ungkapan yang di luar nalar telah menjadi pemandangan tiap hari.

BACA JUGA:Platform X Tidak Dilibatkan Pilkada Serentak 2024, Begini Penjelasan Kominfo

Alhamdulillah, pemerintah Jokowi dengan berbagai rekayasa politik, telah mengahiri polarisasi agama. Pada pemilihan presiden tahun 2024 polarisasi agama sangat minim, bahkan bisa dikatakan nir polarisasi agama. 

Justru polarisasi terjadi di tingkat elit politik. Pilihan ini sudah diambil oleh Presiden Jokowi, sebagai penyelenggara negara, agar rakyat tidak lagi berkoflik. Karena, polarisasi agama memang yang dikorbankan adalah masyarakat. 

Bisa diduga, politik yang masih menggunakan agama untuk menguatkan pilihan, atau untuk meraih massa pendukungnya adalah politik cuci tangan. Politik yang pragmatis dan hanya memenuhi nafsu sesaat. Para politisi yang membawa isue agama menjadi kekuatan

utama politiknya telah merekayasa konflik berkempanjangan di tengah masyarakat, dan para elit politik menikmati hasil penuh dengan murah dan gampang.

BACA JUGA:Ranking FIFA Timnas Indonesia Melesat Jika Mampu Kalahkan Bahrain dan China di Oktober Ini

Polarisasi agama sangat bahaya. Perlu dilakukan upaya serius untuk dicegah. Polarisasi politik memang beresiko, diantaranya adalah konflik sosial dengan ditandai munculnya demonstrasi, kekerasan atau kerusuhan. 

Semua dilakukan untuk berkonflik dengan pemerintah, misalnya karena menuntut kenaikan UMR. Atau terjadi kerusuhan karena ketidak setujuan pada penetapan suatu keputusan.

Jelas arah yang dituju dan diprotes. Beda dengan polarisasi agama. Polarisasi agama dapat menimbulkan ketegangan antar individu di masyarakat. 

Sesuatu yang sangat dekat dan tak berjarak. Konflik yang tidak ada tujuannya. Konflik yang menyertakan emosi paling tinggi, karena semua orang merasa benar dan merasa berjuang untuk agama. Dan konflik yang sangat massif.

BACA JUGA:Dulu Antusias Naturalisasi, Apakah Kevin Diks Kini Masih Berminat Bela Timnas Indonesia?

KAMPANYE RASIONAL

Tags :
Kategori :

Terkait