Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Mark Up Gas Air Mata Rp 26 Miliar ke KPK
Tragedi kanjuruhan menggunakan gas air mata.-ist-radar cirebon
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan korupsi pengadaan gas air mata pada 2021-2022 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggota Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Suryanto menegaskan, KPK sangat berwenang mengusut dugaan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.
Agus menyebut, pelaporan ini buntut dari upaya represif aparat kepolisian dalam penggunaan gas air mata kepada para massa pengunjuk rasa. Ia menduga, terdapat selisih harga atau mark up dari pendanaan gas air mata, khususnya pada 2021-2022.
"Dugaan indikasi mark up ini mencapai Rp26 miliar. Ini sudah sampaikan kepada pimpinan KPK, termasuk pada bagian pengaduan masyarakat agar segera ditindaklanjuti," kata Agus usai membuat laporan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (2/9).
"Anggaran yang digunakan ini adalah bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang itu notabene berdasarkan dari pajak masyarakat," sambungnya.
BACA JUGA:Perlengkapan dan Persiapan Berkendara Penentu Keselamatan
Aktivis antikorupsi itu merasa ironis, APBN yang bersumber dari rakyat, justru rakyat yang terkena imbas negatif dari penggunaan gas air mata. Karena itu, ia meminta KPK dapat menindaklanjuti laporan tersebut, yang disinyalir melibatkan aparat penegak hukum.
"Di samping itu juga kasus-kasus pengadaan barang dan jasa ini jumlahnya sangat banyak, menjadi dominan tidak hanya tentu diinstitusi kepolisian, tapi kementerian dan pemerintah kepala daerah," tegas Agus.
Agus menekankan, pengusutan ini penting dilakukan untuk mengembalikan citra positif bagi KPK, di akhir masa kepemimpinan KPK periode 2019-2024. Sehingga, Pimpinan KPK ke depan berani mengusut dugaan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.
"Menjadi legacy kepada pimpinan berikutnya, agar mereka benar-benar berani untuk menangani kasus-kasus yang bukan hanya penyelenggara negara. Karena sekali lagi, korupsi yang terjadi atau melibatkan aparat penegak hukum itu justru akan merusak citra dari penegak hukum sendiri," pungkas Agus.
BACA JUGA:Kaces Terkesan Seni Budaya Cirebon
Kasus ini membuat Polri kembali menjadi sorotan. Setelah menuai polemik dalam tragedi Kanjuruhan pada awal Oktober 2022 dan bentrok Pulau Rempanh pada September tahun lalu, Polri tak kapok menggunakan gas air mata untuk mengondusifkan demonstrasi. Terbaru adalah saat menindak keramaian ribuan masyarakat mendemo DPR RI di kompleks parlemen, Senayan dan di sejumlah kota di Indonesia pada Kamis, 22 Agustus 2024. Unjuk rasa bertajuk #PeringatanDarurat guna mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu disebut menelan sejumlah korban. (jp)