Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis Didakwa Rugikan Negara Rp 300 Triliun Terkait Kasus Timah

Suami Sandra Dewi Harvey Moeis menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan di PT Timah Tbk, PN Jakarta Pusat.-ist-radar cirebon

Suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/8). Harvey Moeis didakwa atas kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015–2022.

Harvey Moeis didakwa terkait posisinya sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT). Harvey Moeis disebut diuntungkan senilai Rp420 miliar bersama Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim.

"Menguntungkan terdakwa Harvey Moeis dan Helena, setidak-tidaknya Rp420 miliar," kata jaksa pada Kejaksaan Agung membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengungkapkan peran Harvey Moeis dalam surat dakwaannya. Jaksa menyebut, Harvey Moeis sebagai perwakilan PT RBT berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung.

BACA JUGA:Pelindo Terbesar Sumbang Pajak, Jadi Klaster Logistik BUMN Sebesar Rp5,6 Triliun

Perusahaan smelter itu yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa. Perbuatan Harvey Moeis itu sepengetahuan petinggi PT RBT, yakni Suparta selaku direktur utama dan Reza Andiransyah selaku direktur pengembangan usaha.

"Terdawa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis," ungkap jaksa.

Jaksa mengungkapkan, masing-masing perusahaan itu menyetor besaran uang pengamanan yang berbeda, dari USD 500 sampai dengan USD 750 untuk setiap ton bijih timah. Uang itu dikumpulkan dalam bentuk seolah-olah corporate social responsibility (CSR) PT RBT.

Menurut Jaksa, uang pengamanan itu dikumpulkan terkait dengan peraturan PT TImah, karena para perusahaan swasta melakukan penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah. Namun, PT Timah sempat meminta agar para perusahaan swasta menyetor lima persen dari kuota ekspor hasil pengolahan bijih timah di wilayah IUP PT Timah.

BACA JUGA:Kekeringan Lahan Sawah Meluas

Hal itu sempat menjadi pembahasan dalam sebuah pertemuan yang dilakukan Harvey Moeis dengan para petinggi PT Timah, yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Alwin Albar.

"Membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan alwin albar atas bijih timah lima persen dari kuota ekspor smelter-smelter swasta tersebut karena bijih timah yang diekspor smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi dari penambangan ilegal yang dilakukan di wilayah IUP PT Timah Tbk," urai jaksa.

Perbuatan Harvey Moeis itu mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 300 triliun. Hal itu berdasarkan audit perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).

"Merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah," ujar jaksa.

Tag
Share