Cimplo, Makna Dibalik Pembuatan Kue Tradisional di Bulan Safar
Nani Sulastri (kanan) bersama warga sekitar bersama-sama membuat kue cimplo dalam rangka tolak bala, dan pelestarian tradisi di Kabupaten Indramayu.-dokumen -tangkapan layar
INDRAMAYU-Bulan Safar kembali hadir membawa tradisi unik yang lekat dengan masyarakat Indramayu, yakni pembuatan kue cimplo.
Kue tradisional ini bukan sekadar makanan, melainkan simbol tolak bala yang telah diwariskan turun-temurun.
Kue sejenis apem yang terbuat dari tepung beras, ragi, dan santan, memiliki rasa manis gurih yang khas.
BACA JUGA:5 Aspek Kerawanan Pelanggaran Pilkada Menurut Bawaslu, Apa Saja 5 Aspek Itu?
Menurut Angga Yanuar, warga Desa Pekandangan, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, terdapat makna mendalam yang diyakini masyarakat di balik kue cimplo.
Bulan Safar, lanjutnya, yang sering dianggap sebagai bulan penuh musibah, mendorong masyarakat untuk melakukan berbagai upaya tolak bala, salah satunya dengan membuat kue cimplo.
Sementara itu, warga Desa Bangkaloa Kecamatan Widasari Kabupaten Indramayu, Nani Sulastri mengaku, pembuatan cimplo secara turun-temurun dilakukan oleh keluarganya.
BACA JUGA:Sudah Final, Rekom Nasdem dan Gerindra untuk Eti-Suhendrik di Pilkada Kota Cirebon
“Membuat kue cimplo sudah menjadi tradisi turun-temurun di keluarga kami,” ujar Nani, yang ditemui saat membuat kue cimplo, kemarin.
Nani dan keluarganya percaya bahwa membuat cimplo dan membagikannya kepada tetangga dapat mencegah terjadinya musibah atau kesialan.
“Kami percaya, dengan membuat dan membagikan kue cimplo, kita akan terhindar dari segala macam marabahaya,” ucapnya.
BACA JUGA:Pilbup Cirebon: Golkar Siapkan Teguh Dampingi Ayu dari Gerindra
Menurut Nani, proses pembuatan kue cimplo membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Adonan yang telah jadi kemudian dikukus hingga matang.
“Setelah dingin, kue cimplo siap dihidangkan dan dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar,” tuturnya.