Sejarah Nama Indonesia
ilustrasi-istimewa-
BACA JUGA:Miliki Basis Hingga ke Desa, Karang Taruna Jadi Bidikan Kandidat Balon Bupati
Kemudian pada tahun 1849 ahli Etnologi Inggris, George Samuel Windsor Earl (1838-1865) menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA, dalam JIAEA volume IV Tahun 1850 halaman 66-74, Earl menulis artikel On The Leading Characteristics of The Papuan, Australia and Malay-Polynesian Nations (Pada karakteristik terkemuka dari bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia).
Dalam artikel itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk kepualuan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama yaitu Indunesia atau Malayunesia (Nesos dalam Bahasa Yunani berarti Pulau).
Earl sendiri mengatakan memilih Malayunesia (Kepulauan Melayu) dari pada Indunesia (Kepuluan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk Ras Melayu. Sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylan (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk kepulauan Maladewa).
Earl berpendapat juga bahwabahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunaka istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
BACA JUGA:SSB Brawijaya Klinik PCM Raih Banyak Prestasi, Juara 1 Festival Haifatama
Dalam JIAEA Volume IV halaman 252-347, James Richardson Logan menulisartikel The Ethnology of The Archipelago. Pada awal tulisannya Logan pun mengatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah India Archipelago terlalu panjang dan membingungkan.
Logan kemudian mengambil nama Indunesia yang dibuat Earl, dan huruf U diganti dengan huruf O agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di Kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.
Ketika mengusulkan nama “Indonesia” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi.
Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiah dan lambat tahun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang Etnologi dan Geografi.
Tahun 1884 Guru Besar Etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian. Menerbitkan buku “Indonesia Oder Die Inseln Des Malayischen Archipel” (Indonesia atau pulau-pulau di kepulauan Melayu) sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitian ketika mengembara di kepulauan pada tahun 1864-1880.
Buku Bastian inilah yang mempopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu diciptakan Bastian.
Pribumi mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat atau biasa disebut Ki Hajar Dewantara. Ketika dibuang ke Negeri Belanda 1933 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama “Indonesische Persbureau”.