NJOP Naik, Bapenda Silahkan Apersi Ajukan Keberatan
Kabid Pengelolaan Pajak Daerah (P2D) Bapenda Kabupaten Cirebon, Fahmi Sudjati angkat bicara perihal kenaikan NJOP.-dokumen -tangkapan layar
Fahmi mencontohkan, di salah satu kecamatan gebang untuk satu wilayah, yang blok A sebelumnya Rp400 ribu, ketika ada investasi dan berdiri pabrik, otomatis harga tanah disekitar nya menyesuaikan. Artinya penyesuaian NJOP tidak dipukul rata.
“Kalau Apresi itu keberatan dengan kenaikan NJOP, silakan ajukan keberatan ke kita. Berapa sih pantasnya disitu"
"Itu pun harus ada bukti dari akuntan publik seperti, ketika perusahaan itu pailit. Tentunya harus ada appraisal. Nanti hasil itu jadi bahan kita untuk mengubah ketetapan. Tapi akan kita kaji lagi. Karena Kita juga punya tim penetapan NJOP,” pungkasnya.
BACA JUGA:DPPKBP3A Gelar Pelatihan Kode Etik Perlindungan terhadap Kekerasan dan Eksploitasi
Sebelumnya, puluhan pengembang perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau subsidi di Kabupaten Cirebon menjerit. Pasalnya, nilai jual objek pajak (NJOP) naik 1000 persen.
Mereka yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Korwil I Cirebon pun curhat ke DPRD Kabupaten Cirebon, Rabu 17 Juli. Menyampaikan keluh kesah atas kenaikan tersebut.
Bendahara Apersi Cirebon, Sarini mengatakan, kenaikan NJOP mulai tahun 2023 hampir mencapai 1000 persen.
Kenaikan ini, kata Sarini, dirasa sangat membebani para pengembang, khususnya yang bergerak di sektor perumahan bersubsidi.
BACA JUGA:Kamboja vs Indonesia, Berharap Langsung Kunci Semifinal
“NJOP per meter yang sebelumnya sebesar Rp243.000 melonjak menjadi Rp2.352.000 pada tahun 2024. Kenaikan ini hampir 1000 persen hanya dalam dua tahun,” ujar Sarini usai audiensi bersama Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon dengan menghadirkan sejumlah SKPD terkait.
Dijelaskannya, harga jual perumahan bersubsidi yang ditetapkan pemerintah adalah Rp166 juta dengan spesifikasi sesuai standar PUPR. Namun, dengan kenaikan NJOP yang signifikan, biaya PBB yang harus dibayarkan oleh para pengembang menjadi sangat tinggi.
BACA JUGA:Dian Ajukan Cuti
“PBB yang sebelumnya hanya Rp4,5 juta, kini menjadi Rp22,5 juta. Kenaikan lima kali lipat ini jelas menjadi beban berat bagi kami,” ungkapnya.
Menurutnya, kebijakan kenaikan NJOP ini dirasa tidak adil dan subjektif. Terlebih lahan pengembang perumahan bersubsidi lokasinya tidak cukup strategis.