Ada Boikot, Realisasi PBB Kota Cirebon Masih Rendah
Warga Kota Cirebon menggelar aksi menolak kenaikan PBB, beberapa waktu lalu.-dokumen-radar cirebon
CIREBON- Seruan boikot atau menunda membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2024 di Kota Cirebon nampaknya berimbas pada perolehan realisasi PBB yang telah masuk ke kas daerah.
Hingga pertengahan bulan Juli ini, baru tercapai sekitar 30 persen. Padahal, masa bayar PBB tahun buku 2024 jatuh temponya berada di kisaran 2,5 bulan lagi atau jatuh tempo di 30 September 2024.
Informasi yang dihimpun Radar Cirebon, hingga Jumat (12/7), realisasi PBB yang sudah tercatatkan di kas daerah Pemkot Cirebon baru mencapai sekitar Rp24,795 miliar. Atau, baru terealisasi di angka 35,21 persen dari total target PBB tahun 2024 sebesar Rp70,4 miliar.
Seruan boikot atau menunda membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2024 Kota Cirebon ini kembali mengemuka hingga Jumat (12/7). Masyarakat dan para tokoh yang selama ini melakukan penolakan, tetap mendesak adanya peninjauan ulang tarif PBB, bukan diskon.
BACA JUGA:KCD Wilayah X Jabar dan Pihak Sekolah Sebut PPDB 2024 Sudah Sesuai SOP
Salah satu tokoh Cirebon, Ir Soenoto, misalnya, masih tetap pada tuntutan sebelumnya. Yakni tinjau ulang tarif PBB. Soenoto dalam keterangannya yang diterima Radar Cirebon, Jumat (12/7), menegaskan bahwa diskon itu hanya berlaku untuk komoditas atau barang dagangan. “PBB itu bukan barang dagangan seperti kacang dan bawang,” tegasnya.
Kalau diskon diberlakukan, sambung Soenoto, tahun depan kembali ke tarif pokok. Ia juga mendesak agar perda mengenai tarif PBB 2024 disertai dengan kajian ilmiah. Ia mengatakan pemerintah kota harusnya melihat kondisi ekonomi masyarakat yang lagi terpuruk.
Masih kata Soenoto, kebijakan Pj Walikota Cirebon mengenai tarif PBB ini harus berdasarkan atas kesepakatan dengan DPRD. “Maka, pemda hendaknya mencabut keputusan yang sudah dikeluarkan dan mengkaji ulang,” terangnya.
Sebelumnya, pada pekan pertama Juni 2024, Soenoto dan elemen masyarakat lainnya melakukan aksi demo di depan Balaikota Cirebon. Saat berorasi, Soenoto menegaskan sebagai wajib pajak, pihaknya sadar bahwa membayar pajak itu sebagai kewajiban warga negara kepada negara.
BACA JUGA:PLN Peduli: Dorong Kemandirian Kaum Rentan dan Dukung Pengembangan UMKM
Tapi, lanjutnya, eksekutif dan legislatif jangan hanya merasa bisa, tapi lebih penting lagi harus bisa merasa perasaan rakyat. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk pasca Covid-19.
Soenoto juga menjelaskan mengapa ia dan sejumlah tokoh atau pengusaha lainnya hadir langsung dalam aksi massa itu. Hal itu, lanjutnya, menandakan ada sesuatu yang serius.
“Saya tidak mungkin ke sini kalau bukan karena sesuatu yang serius. Kami mendesak legislatif dan eksekutif membatalkan kenaikan pajak PBB yang naiknya ugal-ugalan,” ujarnya.
“Rakyat disuruh memaklumi perhitungan PBB, padahal bangunan tanah dan rumah itu bukan barang dagangan seperti cabe, kentang. Ini bayar pajak PBB lebih mahal dibandingkan tinggal di hotel setahun,” tandasnya.