Ketika Musim Kondangan Tiba
ilustrasi--
BACA JUGA:Secercah Harapan Menuju Indonesia Emas 2045
Dalam pertemuan tersebut akan diberitahukan calon pengantin atau pengantin sunat. Seperti lazimnya selamatan, pengundang akan memberikan penganan atau buah tangan.
Esok hari baru beredar "undangan" dengan menggunakan rokok. Ada petugas pengedar undangan. Ini termasuk panitia dan juru masak.
Ada ungkapan di antara warga desa, yang punya hajat adalah raja. Maka orang berbondong-bondong membantu.
Pemberian rokok tidak sembarang. Jenis dan jumlah menjadi patokan. Warga biasa, kendati tidak ada kasta, cukup satu batang.
BACA JUGA:Empat Jamaah Haji Meninggal Dunia
Sedangkan tokoh masyarakat minimal dua batang hingga satu bungkus. Sebuah bentuk penghormatan. Jumlah dan jenis rokok akan berpengaruh pada isi amplop.
Bahkan waktu kehadiran pun ada pengaturan tidak tertulis, ibu-ibu datang siang hari dan bapak-bapak malam hari.
Saya pun kerap mendapatkan cerita. Setiap musim kondangan kadang ketar ketir. Ini akan khawatir bila kondisi keuangan sedang tidak stabil.
Saat kita punya hajat, biasanya, ada yang memberikan sejumlah uang, beras, dan keperluan lain. Jumlahnya sangat menggiurkan. Namun, pemberian tersebut seperti sebuah investasi sebab suatu saat harus “dikembalikan”.
BACA JUGA:Ekonomi Kabupaten Tumbuh 4,75 Persen
Memang soal undangan bukan persoalan sepele. Seorang sahabat, menikahkan anak bungsunya, saat "melekan" saya bertanya, "Tetangga tidak kelihatan?" Rumahnya nempel. Bahkan berteriak dari rumah pun akan kedengaran. Namun, saat akad dan resepsi pun tidak nampak hadir. Dia tokoh masyarakat.
Entahlah, kenapa tidak diundang, saya tidak bertanya lebih jauh. Inilah "unak-anik" undangan, ternyata, bisa "mencirikan" identitas dan ruang lingkup pergaulan seseorang. (*)
*Kepala DPMPTSP Kabupaten Kuningan