Mengkaji Ulang Hukum Hijab

Ilustrasi--

Oleh: Mukhammad Alwani*

MARAKNYA penggunaan hijab di kalangan muslimah belakangan ini, tentu menjadi fenomena yang menggembirakan.

Hanya saja, harus diakui, trend hijab masih belum sepenuhnya menunjukkan tingkat kesadaran keberagamaan.

Fakta, tidak sedikitnya perempuan berhijab melakukan perbuatan-perbuatan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai hijab dan Islam itu sendiri, berhijab tapi berjoget tanpa rasa malu di media sosial. Ini adalah fenomena miris yang menyertai trend hijab.

BACA JUGA:Dinas PUTR Minta BBWS Tangani Drainase yang Dipenuhi Sampah

Terlebih lagi, munculnya sebuah pemahaman bahwa hukum hijab tidak wajib, sehingga banyak kalangan termasuk generasi Z memanfaatkannya.

Jika demikian, trend hijab pun pada akhirnya tak ubahnya dengan bentuk fashion lain, yang hanya sekedar gaya populer saja saat ini.

Tanpa disertai kesadaran, bahwa hijab adalah hukum wajib Islam, akan ada momennya, hijab akan ditinggalkan ramai-ramai sebagaimana baju kodok dan celana cutbray yang pernah popular era 70-80an.

Pandangan hukum hijab tidak wajib, dimulai dari munculnya penafsiran yang berbeda terkait perintah hijab dalam surah Al-Ahzab ayat 59.

BACA JUGA:Partai Golkar : Tidak Mungkin Kaesang Masuk Bursa Pilkada Kabupaten Cirebon

Awalnya, semua ulama klasik sepakat, ayat ini adalah dalil utama diwajibkannya hijab bagi muslimah.

Namun, ayat ini dicoba ditafsirkan ulang oleh sejumlah intelektual kontemporer untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai HAM yang diberlakukan di Barat dan juga paham kebebasan “My body, my choice” oleh kalangan aktivis feminis.

Maka disebutlah pewajiban hijab tidak sesuai dengan semangat modernitas yang mendengungkan kebebasan dan tidak lagi kompatibel dengan life style yang senantiasa membutuhkan kebaruan.

Meninjau Isi Riwayat

Tag
Share