Jepang akan Membuang Air Limbah Nuklir ke Laut Selama 30 Tahun ke Depan
KEPUTUSAN kontroversial pemerintah Jepang untuk membuang air limbah nuklir dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima ke laut selama periode 30 tahun ke depan telah menimbulkan kekhawatiran global. Terutama terhadap dampaknya pada kesehatan manusia dan lingkungan. Langkah ini juga memicu reaksi keras dari beberapa negara tetangga.
Wang Wenbin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, dalam konferensi pers rutin di Beijing pada Kamis (25/4) lalu menyatakan, meningkatkan pemantauan efektif jangka panjang dari komunitas internasional terhadap pembuangan air olahan terbukti menjadi suatu keharusan karena pembuangan air yang terkontaminasi nuklir Fukushima ke laut berdampak pada kesehatan seluruh umat manusia, lingkungan laut global dan kepentingan publik internasional.
Pada 19 April 2024, Jepang memulai putaran kelima pembuangan limbah nuklir ke laut, yang dijadwalkan berlangsung selama 19 hari hingga 7 Mei. Dalam rencana tahapannya untuk tahun fiskal 2024, Jepang berencana membuang sekitar 54.600 ton air limbah nuklir dalam tujuh tahap ke laut.
Air limbah ini diketahui mengandung sekitar 14 triliun becquerel tritium, suatu elemen radioaktif yang menimbulkan kekhawatiran. Pembuangan air limbah nuklir ke laut menghadirkan risiko serius bagi kesehatan manusia dan ekosistem laut.
BACA JUGA:India Berjanji Mendukung Kemandirian Pertahanan Indonesia melalui Transfer Teknologi
Transparansi dan komunikasi terbuka dari pihak berwenang menjadi kunci dalam menanggapi keprihatinan publik dan internasional terhadap rencana ini.
Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa dampak radiasi nuklir dari Fukushima telah mencapai ekosistem laut di sekitarnya. Penelitian pada 2018, mengungkapkan bahwa kandungan zat radioaktif seperti cesium dalam ikan di sekitar Fukushima telah melebihi batas aman hingga 18 kali lipat.
Dengan berlakunya rencana ini, keprihatinan terhadap pencemaran laut makin meningkat, khususnya di wilayah Samudra Pasifik. Penelitian dari pusat penelitian kelautan Jerman, memperkirakan bahwa pencemaran dapat menyebar luas mengikuti arus laut, memengaruhi hingga setengah dari Samudra Pasifik dan wilayah perairan di sekitarnya.
Respons internasional terhadap keputusan Jepang, ini telah terlihat melalui pembatasan impor makanan dari daerah yang terkena radiasi nuklir. Uni Eropa, Korea Selatan, dan Tiongkok adalah beberapa dari 12 negara yang telah memberlakukan pembatasan tersebut.
BACA JUGA:Banjir di Kenya, Korban Tewas Terus Bertambah
Hingga kini sudah lebih dari 360 penggugat menuntut penghentian kegiatan tersebut. Selain itu, juga ada lebih dari 200 anggota kelompok pendukung litigasi di seluruh Jepang dan di luar negeri, dan terus meningkat.
Tim pendukung berharap suara penentang pembuangan air polusi nuklir akan mendapat perhatian yang berkelanjutan. Keprihatinan atas pembuangan air limbah nuklir ini bukan hanya menjadi masalah domestik, melainkan juga menjadi perhatian global yang membutuhkan tanggapan terkoordinasi. Keselamatan masyarakat dan keberlanjutan ekosistem laut menjadi sorotan utama yang harus diperhatikan dalam menghadapi tantangan ini. (jpnn)