Kesetaraan Gender Vs Kesenjangan Upah Buruh: Mendaki Tangga yang Patah
Ilustrasi--
Oleh: Yanti Heryanti SST MSi
Antara May Day dan Kartini
Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh. Peringatan May Day bermula saat adanya aktivitas mogok kerja dan demo yang dilakukan oleh para buruh di Haymarket Riot Chicago pada 1 Mei 1886.
Unjuk rasa tersebut berkahir dengan terjadinya kerusuhan yang menewaskan belasan orang dan puluhan orang lainnya terluka.
BACA JUGA:Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar
Insiden ini menjadi simbol perjuangan hak-hak buruh secara internasional yang selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Buruh atau sering disebut May Day.
Beberapa hari yang lalu, bangsa Indonesia juga baru saja memperingati Hari Kartini. Peringatan Hari Kartini menjadi simbol gerakan untuk memperjuangkan kesetaraan hak-hak perempuan dan laki-laki.
Berkat perjuangan Kartini, kini perempuan Indonesia bisa menikmati kesetaraan dengan laki-laki untuk mendapatkan haknya dan untuk berkarya di berbagai bidang kehidupan.
Kesetaraan Gender
BACA JUGA:Honor Guru RA Sebulan Rp50 Ribu
Dari tahun ke tahun partisipasi perempuan Indonesia dalam berbagai bidang terus mengalami peningkatan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya partisipasi perempuan dibanding dengan laki-laki adalah Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). IDG mampu mengukur apakah perempuan dapat berperan secara aktif di bidang politik maupun ekonomi.
Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung IDG melalui pendekatan tiga dimensi, yaitu distribusi pendapatan, keterwakilan di parlemen, dan perempuan pengambilan keputusan.
Dimensi distribusi pendapatan diukur dari persentase upah buruh perempuan di sektor non-pertanian, dimensi keterwakilan di parlemen diukur dengan proporsi keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.
Sedangkan dimensi pengambilan keputusan diukur dengan indikator proporsi perempuan yang bekerja sebagai manajer, staf administrasi, pekerja profesional, dan teknisi.