Pendidikan dan Kepemimpinan
Ilustrasi--
BACA JUGA:Pj Walikota Optimis Kontingen Kota Cirebon Meraih Juara Umum Popwilda Jabar 2024.
Memang diperlukan satu keberanian moril dari seorang pemimpin untuk melepaskan kepemimpinan atau peran sosialnya. Pemimpin yang baik sudah sejak awal akan menyiapkan calon-calon pengganti yang lebih baik darinya.
Calon pengganti yang siap tampil di depan menjadi teladan, sebagaimana telah mereka hayati dari pendahulu mereka.
Pemimpin tidak semestinya selalu di depan terus, sehingga wakil-wakil dan pembantu-pembantunya selalu berada di bawah bayangannya yang pekat.
Seburuk-buruk pemimpin adalah pemimpin yang justru takut pada calon-calon penggantinya, yang takut malah iri terhadap bawahannya yang maju dan berhasil.
BACA JUGA:Tim DLH Gerebek TPS Liar di Kelurahan Pasalakan Kecamatan Sumber
Tak heran, kalau ada kader-kader yang malah tersingkir, dan yang bertahan (survive) justru kader-kader yang bingung.
Sejelek-jeleknya pemimpin yang diganti adalah yang meninggalkan bom waktu berupa suasana perpecahan, iri dengki, malah kadang-kadang meninggalkan hutang.
Dan sejelek-jeleknya pengganti adalah yang menjelek-jelekkan pendahulunya, yang mengganti sistem dan kebijaksaan serta program asal merubah dan memangkas, memotong tali kontinuitas.
Pengganti yang demikian sengaja merusak tatanan dan merusak pembangunan kelembagaan (institutional building). Pemimpin harus selalu ada di tengah-tengah rakyatnya.
Di tengah artinya dekat dan pandai membaca hati nurani rakyatnya. Hanya di tengah-tengah masyarakat dan dekat di hati rakyatnya, pemimpin dapat menghayati kebahagiaan, harapan dan kekhawatiran rakyatnya. Dan merasakan deritanya rakyat yang miskin.
Di tengah berarti, bahwa pemimpin adalah bagian dari rakyat yang memilihnya dan yang dipimpinnya. Pemimpin adalah orang yang dipertamakan di antara sesamanya (primus interparis).
Tugas pemimpin selain melambangkan keteladanan yang terbaik, juga harus membangkitkan gairah, memotivasi, memberikan bujukan (encouragement) dan menyalakan semangat serta kemauan rakyatnya. Hanya dengan gairah, masyarakat mau berpartisipasi secara aktif.
Gairah berarti juga dinamis, bergerak, saling mengisi, saling mendorong, dan saling menarik atau mengajak. Masyarakat yang bangkit gairahnya, atau kehendak dan karsanya, adalah masyarakat yang sudah mampu mengambil prakarsanya sendiri, sudah mampu bergerak sendiri, dalam memilih dan memberi gagasan, mengambil keputusan dan melaksanakan apa yang sudah direncanakannya.