Antisipasi Bencana dari Perubahan Iklim
ilustrasi--
Oleh: Wariah
BEBERAPA wilayah di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir mengalami bencana kekeringan. Walaupun pergantian musim hujan ke musim kemarau merupakan hal yang lumrah, namun masyarakat merasakan hal berbeda di fase musim kemarau tahun ini.
Benar saja, saat ini kita mengalami fenomena El Nino yang melanda sebagian besar wilayah di Indonesia.
Istilah El Nino merujuk pada kondisi anomali suhu permukaan laut di samudera pasifik ekuator bagian timur dan tengah yang lebih panas dari normalnya, sementara anomali suhu permukaan laut di wilayah pasifik bagian barat dan perairan Indonesia yang biasanya hangat menjadi lebih dingin.
Hal ini menyebabkan pergeseran pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke wilayah samudera pasifik bagian tengah sehingga curah hujan menjadi berkurang.
Dampak kemarau telah dirasakan warga pada umumnya ini selama beberapa bulan yang lalu dengan terjadinya krisis air bersih di delapan kecamatan yakni, Sedikitnya 6000 rumah mengalami krisis air bersih. Tidak sampai disitu, dampak dari kemarau juga berimbas pada pasokan energi listrik yang berkurang sehingga pihak PLN Sulselbar terpaksa melakukan skema pemadam listrik bergilir di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia.
BACA JUGA:Peringati Hari Bhakti PU Ke-78, Meneladani Semangat Pahlawan Sapta Taruna
Kurangnya debit air di hulu sungai menyebabkan pasokan energi listrik tidak maksimal. Bencana alam merupakan kejadian yang saling terkait dan dapat saling memicu.
Contohnya kebakaran yang terjadi di sejumlah kota yang ada di Indonesia, akibat kekeringan dan pemadaman listrik tercatat sudah 359 kasus yang dilaporkan oleh Damkar dan menjadi kasus terbanyak sejak tahun 2018.
Dampak bencana kekeringan yang lainnya secara global dirasakan oleh masyarakat seperti di sektor pertanian yang mengalami penurunan produksi beras, sektor ekonomi ditandai dengan kenaikan harga bahan pokok meskipun laju inflasi masih tergolong aman dan terkendali.
Memasuki fase musim hujan yang sudah terjadi di beberapa kota di Indonesia tentu kita berharap dampak kekeringan akibat musim kemarau berangsur berkurang sehingga pemenuhan terkait air bersih dan pasokan listrik yang memadai dapat segera teratasi dan kasus kebakaran juga diharapkan berkurang. Namun demikian, upaya penanggulangan bencana alam tentu tidak berhenti di saat kemarau melanda dan menyebabkan kekeringan berkepanjangan.
BACA JUGA:Moralitas Sepak Bola
Pemerintah kota dan pihak yang terkait seharusnya sudah bersiap untuk mengambil tindakan dan upaya strategis dalam menghadapi dampak musim penghujan yang segera tiba.
BMKG menyebutkan hujan diperkirakan mulai turun di bulan ini pada dasa harian kedua namun tentu masih perlu dianalisa lebih lanjut terkait perkembangan dinamika atmosfir dan cuaca yang masih dinamis. Bencana banjir yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan kerugian yang besar. Banjir terakhir melanda Makassar pada bulan Februari tahun 2023 dengan ketinggian air mencapai 1 sampai 2 meter.
Banjir bukanlah persoalan hujan yang turun dengan intensitas tinggi, karena banjir merupakan akumulasi dari beberapa faktor baik yang saling terkait baik faktor alam dan non alam.
Faktor yang terkait dengan alam seperti curah hujan tinggi tentu tidak bisa dikontrol, tetapi faktor non alam seperti regulasi pembangunan permukiman, normalisasi saluran dan resapan air, ketersedian ruang terbuka hijau dan edukasi kepada masyarakat secara berkesinambungan tentu hal-hal yang bisa dilakukan dan dituangkan dalam kebijakan strategis pemerintah kota.