Menguji Kesaktian BPJS
Ilustrasi BPJS Kesehatan--
Sedangkan pendapatan cenderung tidak bisa mengimbangi. Sebagai contoh merujuk pada data statistik persentase penduduk miskin Jawa Timur Maret 2023 menjelaskan, angka kemiskinan turun di angka 10,35 persen atau menurun 0,03 persen dibanding Maret 2022.
Jika mengamati angka tersebut, dapat dinilai kecenderungan masyarakat Jatim berada dalam kategori baik kesejahteraannya. Sehingga tidak masalah jika menambah pengeluaran untuk memperoleh jaminan kesehatan.
Namun tetap saja, asumsi tersebut tidak bisa digeneralisasi. Artinya, tidak bisa kita nilai sama antar individu dan banyaknya pengeluaran yang dibelanjakan.
Karena mereka memiliki perilaku konsumtif yang berbeda-beda. Kebijakan ini memang perlu dikaji kembali, karena publik akan sensitif bila memperoleh haknya dalam pelayanan publik harus ditambah persyaratannya lain, terlebih jika harus mengeluarkan biaya tambahan.
Apabila untuk keperluan SKCK perlu terdaftar sebagai peserta BPJS, memang dirasa kurang tepat. Sebagian besar masyarakat membutuhkan SKCK untuk memenuhi persyaratan berkas ketika melamar pekerjaan.
Secara awam akan terbesit, untuk apa harus mendaftar BPJS dulu. Karena tujuan awal mereka mengajukan SKCK adalah memperoleh pekerjaan. Persepsi seperti itu bisa terlintas pada pikiran masyarakat.
Kepentingan publik seyogyanya lebih diutamakan, meskipun kebijakan tersebut pada akhirnya berdampak baik bagi masyarakat.
Dikhawatirkan ke depannya akan muncul persyaratan lain untuk mengakses layanan publik yang sifatnya menambah pengeluaran/biaya. Sehingga menimbulkan ketidakpuasan masyarakat.
Di satu sisi, pembenahan layanan BPJS sebagai fasilitas kesehatan masyarakat perlu dibenahi lagi. Oleh karena itu, sebelum menerapkan aturan baru, perlu dilakukan evaluasi terhadap skema, transparansi, dan implementasi layanan di lapangan.
Kasus-kasus umum terjadi di lapangan terkait pasien BPJS, seperti prosedur memperoleh surat rujukan ke rumah sakit, di mana ketika pasien menginginkan layanan langsung ke rumah sakit masih perlu dinilai “kelayakannya” lebih dulu oleh puskesmas atau faskes satu. Jika puskesmas masih bisa melakukan perawatan, maka pasien tidak diizinkan ke rumah sakit.
Jelas saja, tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan BPS belum maksimal. Permasalahan lain, banyak peserta yang menunggak tagihan BPJS. Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pengelolaan BPJS.
Peraturan BPJS yang menjadikannya “kartu sakti” untuk memperoleh pelayanan publik saat ini masih dalam tahap pengujian pada beberapa tempat.