Gejala Stres Pasca Pemilu

Ilustrasi--istock

Banyak sudah sederet contoh membuktikan hal itu. Sekitar Tahun 2019 lalu telah terjadi banjir besar melanda lima desa yang ada di Kabupaten Magetan. Para petani di desa itu telah bertani dengan baik, mereka merawat dengan telaten tanaman-tanaman itu, memupuk dan membasmi hama tanamannya. Mereka telah optimis akan sukses panen besar. Namun, siapa sangka Kuasa Tuhan telah membuat mereka harus merelakan itu semua. 

Kita lihat juga ada cerita lain. Dua sejoli Intan dan kekasihnya, Rio Nanda Pratama, telah berencana menentukan hari pernikahan. Serangkaian persiapan sudah dilakukan. Namun siapa sangka kecelakaan Pesawat Lion Air , 11 November 2018 itu telah menewaskan sang kekasih, Rio Nanda Pratama. Semua sudah takdir Tuhan.

BACA JUGA:Bojan Hodak Pastikan Laga Uji Coba Persib vs Suwon FC Batal

Itulah kenapa kita selalu diajarkan untuk menyeimbangkan antara usaha dan doa. Usaha dan doa sejatinya adalah pertemuan dari dua kutub kewenangan, kewenangan Sang Kholik dan makhluk di kutub lainnya. 

Manuasia mempunyai daya dan kekuatan yang bisa ia curahkan sekuat tenaga untuk menggapai harapan. Namun jangan lupa di seberang kutub itu ada irodah (kewenangan) Tuhan. Maka semaksimal apapun usaha yang ditempuh seorang anak manusia, ia semestinya tidak melupakan kewenangan Sang Kholik yang diekspresikan lewat lantunan doanya.

Hal inilah sesungguhnya yang harus tertanam dalam benak para calon legislatif dan kontestan Pemilu saat ini. Para calon legislatif dan kontestan memang sudah melewati semua proses perjuangan untuk pemenangan di 14 Pebruari 2024. Semua daya dan upaya sudah dicurahkan. 

Semua amunisi telah dikerahkan. Jurus pamungkas pun sudah dilakukan. Bahkan semua harta yang dipunyai habis-habisan sudah dibelanjakan. Hal itu telah membawa satu tekad, tidak ada pilihan lain kecuali harus menang. Sebuah euforia kemenangan sudah dihidupkan walaupun ini salah, karena belum waktunya.

BACA JUGA:Diwarnai Kartu Merah, Bayern Muenchen Takluk Di Tangan Lazio

Maka ketika menerima kenyataan kekalahan, mereka berontak dan tidak bisa menerima kenyataan. Sikap berontak ini sejatinya adalah perbutan memaksakan kehendak kepada Tuhan. 

Mereka yang melawan takdir tuhan adalah sedang mendikte kemauan Tuhan. Untuk itu bagi siapa yang berani melawan kuasa Tuhan, bersiap-siaplah menemui kekecewaan, kesia-siaan. Mereka akan masuk pada keputusasaan, depresi. 

Ini juga sebabnya kenapa manusia tidak dibenarkan berkata pasti. Jika kita berjanji, Agama mengajarkan kita untuk mengatakan  Insya Allah . Kalimat  itu sesungguhnya adalah bentuk penyandaran kita kepada Sang Maha Kuasa. Karena kita punya kuasa berikhtiar, tapi kekuasaan yang kita punya itu tidak berarti apa-apa jika disandingkan dengan kuasanya Tuhan yang luas tak bertepi. 

Seakan kita diajarkan melalui kata insya Allah itu adalah, Ok!, saya berusaha memenuhi janji, namun itu semua hanya jika ada izin Allah SWT. Kalimat ini yang mestinya disampaikan caleg disaat berkampanye menebar seribu janji. 

BACA JUGA:Quick Count: Pilpres 2024 Satu Putaran

Sepintas ini seperti patalistik. Segalanya terserah kepada kuasa Tuhan. Manusia tak ubahnya seperti wayang yang digerakkan oleh kehendah sang Dalang. Namun jika tingkat kepasrahan ini sampai pada makom yang tertinggi, hal ini yang justru akan menjadi sumber kekuatan yang dahsyat. 

Karena jika kita menghadapi masalah dalam mengarungi kehidupan ini, kita tidak akan berkecil hati karena merasa punya Kekuatan Supranatural yang akan membantu kita. Kekutan yang tak akan ada yang bisa mengalahkan kekuatan apapun di dunia ini. Ini lah yang akan menghadirkan sebuah keoptimisan dalam menghadapi segala persoalan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan