Pengamat: Sistem Demokrasi Kita Butuh Biaya yang Sangat Mahal

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin.-ist-

Pernyataan Garibaldi Thohir atau Boy Thohir bahwa sejumlah konglomerat siap memenangkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024, turut dianalisa para pengamat politik.

Dukungan para konglomerat ini utamanya terkait biaya politik yang sangat mahal. Dengan segala bentuk sumber dayanya, mereka dapat memberikan sumbangan besar dalam proses kampanye politik. Misalnya untuk menggalang dukungan melalui Alat Peraga kampanye (APK), iklan politik, kunjungan ke masyarakat, mengadakan program, hingga promosi di berbagai media.

Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan bahwa sistem demokrasi di Indonesia memang membutuhkan biaya yang sangat besar sekali. Maka dari itu, kata Ujang Komarudin, relasi antara konglomerat dan politisi tidak hanya mencakup dukungan finansial pada saat masa kampanye, tetapi juga melibatkan kepentingan bisnis yang saling terkait.

Dalam hal ini, lanjut Ujang, keterlibatan konglomerat sebenarnya tidak saja hanya terpusat pada salah satu paslon. Menurutnya, keterlibatan konglomerat dalam kontestasi politik baik langsung maupun tidak langsung, bukan merupakan sesuatu yang tabu atau terlarang dalam sistem demokrasi yang kita anut saat ini. 

BACA JUGA:Dari Kasus Suami Bunuh Istri: Orang Tua Pelaku Berikan “Hadiah” Motor untuk Cucu

“Saat ini sistem demokrasi kita membutuhkan biaya yang sangat mahal. Maka di situlah pengusaha terlibat langsung di politik, baik menjadi kepala daerah, caleg, hingga masuk ke dalam tim pemenangan paslon. Ini dilema dalam demokrasi kita," ungkapnya kepada Radar Cirebon, Rabu 24 Januari 2024. 

Keberadaan konglomerat di belakang paslon, katanya, sangat menguntungkan paslon yang sedang bertarung. Terutama untuk menggalang dukungan melalui Alat Peraga kampanye (APK), iklan politik, kunjungan ke masyarakat, mengadakan program, hingga promosi di media massa. 

“Pemenangan tanpa politik susah. Kampanye tanpa uang juga sulit. Oleh karena itu, itulah untungnya menggaet para pengusaha untuk masuk menjadi bagian dalam tim pemenangan," katanya. 

Namun demikian, masih kata Ujang, keberadaan para pengusaha di belakang tim pemenangan paslon juga kerap menimbulkan masalah. Utamanya terkait dengan etika dan transparansi dalam pendanaan kampanye yang bisa menjadi ancaman terhadap integritas demokrasi.

BACA JUGA:Asupan Gizi di Kabupaten Cirebon

Dalam beberapa kasus, hubungan timbal balik antara konglomerat dan pemerintahan terpilih, kerap menimbulkan prasangka atas pertukaran pengaruh yang terjadi. Di mana kepentingan masyarakat kerap kali terabaikan. 

“Ruginya, nanti ada ijon. Ada kepentingan pengusaha dalam bisnis. Nanti pengusahanya nempel dengan kekuasaan, membuat aturan yang menguntungkan para pengusaha. Maka izin tambang itu dikuasai pengusaha yang berkolaborasi dengan pejabat," ungkapnya. 

Selain itu, Ujang menambahkan, mereka atau para pengusaha juga biasanya menggunakan kemampuan lobi politik yang kuat dengan mengandalkan jaringan untuk memengaruhi pembuat kebijakan untuk melibatkan atau mengamankan kebijakan yang mendukung kepentingan bisnis mereka. 

Sehingga, keberadaan pengusaha dan konglomerat yang menyokong paslon dari sisi logistik dan lobi-lobi ini, lanjutnya, bisa menjadi salah satu faktor kemenangan. “Maka dari itu, saya katakan bahwa logistik itu merupakan salah satu faktor kemenangan," pungkas Ujang Komarudin. (awr)

Tag
Share