Pendidikan Mengubah Kehidupan
Ilustrasi pendidikan mengubah kehidupan.-istimewa-
Oleh: Novi Maria Yulianty SPd*
PENDIDIKAN saat ini sangat penting dalam kehidupan kita. Berbeda dengan zaman Siti Nurbaya yang punya prinsip kalau wanita tidak perlu sekolah tinggi, nanti ujung-ujungnya juga ngurus dapur dan anak.
Pendidikan saat ini menjadi kebutuhan pokok di luar sandang, pangan, dan papan pastinya. Betapa tidak, sejak puluhan tahun silam sudah ada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) seperti Play Group dan TK.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan salah satu usaha pokok untuk memberikan nilai-nilai kebatinan yang ada dalam hidup rakyat yang berkebudayaan kepada tiap-tiap turunan baru (penyerahan kultur), tidak hanya berupa “pemeliharaan” akan tetapi juga dengan maksud “memajukan” serta “memperkembangkan” kebudayaan, menuju ke arah keseluruhan hidup kemanusiaan.
BACA JUGA:Surat Suara Tiba, Logistik Pilkada Makin Lengkap
Lalu, bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan di Indonesia? Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan adalah berfokus pada kodrat individu yang bebas dan mandiri sedangkan pembelajaran adalah pedoman untuk mengarahkan anak-anak untuk menentukan tujuan hidupnya kelak.
Suatu hari, saya membaca kisah Bapak Imam Santoso (ig: santosoim), yang merupakan salah satu Dosen Metalurgi di ITB (Institut Teknologi Bandung).
Beliau adalah influencer pendidikan dan sering menceritakan kisah para mahasiswanya yang berasal dari keluarga sederhana/tidak mampu tapi berhasil lulus ujian masuk di ITB dan mendapatkan beasiswa pendidikan.
Salah satu kisah hidup yang menarik perhatian saya adalah tentang Mba Devi Donat (ig: ulumitdevi). Mba Devi ini mempunyai nama asli Devi Ulumit Tyas yang berasal dari keluarga yang sangat sederhana.
BACA JUGA:Ajak Jaga Kondusivitas Pilkada 2024
Tahun 2005 Bapak Imam Santoso bertemu dengan anak pedagang kerajinan bernama Devi yang ingin kuliah di ITB dengan jurusan Teknik Kelautan.
Tahun 2006, Mba Devi bercerita sambil menangis kepada Bapak Santoso bahwa dirinya gagal masuk ITB. Walaupun banyak diremehkan teman-teman di kampungnya, tahun 2007 Mba Devi berhasil lolos ujian masuk ITB.
Tahun pertama di Bandung, beliau pergi ke mana-mana selalu jalan kaki dan baru tahun ke-2 naik angkot.
Selama berkuliah di ITB, Mba Devi mendapatkan beasiswa gratis dan tidak dikirim biaya hidup oleh kedua orang tuanya.