Permintaan Maaf PM Thailand atas Pembantaian Tak Bai
Umat Islam salat Idulfitri di Thai Islamic Center di Bangkok, Thailand, Minggu (24/5/2020).-ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/foc-radar cirebon
BANGKOK - Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra, dengan tegas menyampaikan permintaan maaf atas peristiwa pembunuhan masal terhadap 78 warga Muslim. Peristiwa itu dikenal sebagai "pembantaian Tak Bai" pada tahun 2004, saat ayahnya, Thaksin Shinawatra, berkuasa.
"Atas nama pemerintah, saya meminta maaf atas apa yang terjadi di Tak Bai 20 tahun lalu. Saya sampaikan belasungkawa kepada mereka yang terkena dampaknya," ujar Paetongtarn, Kamis (24/10/2024).
Dia juga mengungkapkan bahwa uang ganti rugi telah dibayarkan kepada keluarga korban, sambil mengekspresikan harapannya agar semua orang terus mengenang kekerasan yang terjadi dalam kasus Tak Bai. Selain itu, ia sangat menekankan bahwa tidak seorang pun ingin melihat insiden sekejam itu terulang kembali.
Paetongtarn juga meminta semua pihak, termasuk pemerintah, untuk berupaya mencegah agar tragedi serupa di masa depan tidak terjadi lagi.
BACA JUGA:Diskriminasi terhadap Muslim di Eropa Meningkat
Pembantaian Tak Bai terjadi pada 25 Oktober 2004 setelah enam sukarelawan pertahanan desa di Provinsi Narathiwat, Thailand selatan, ditangkap pada 19 Oktober karena dicurigai menyerahkan senjata milik negara kepada pemberontak. Penangkapan itu menyulut demonstrasi masal di kantor polisi Tak Bai menyulut bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan.
Demonstrasi masal itu berujung pada penangkapan dan pembawaan puluhan warga Muslim ke pangkalan militer di Provinsi Pattani. Sayangnya, 78 warga Muslim tewas akibat sesak napas setelah berdesak-desakan di dalam truk yang membawa mereka.
Thailand akan memperingati tragedi tersebut setelah 20 tahun berlalu pada Jumat, ketika statuta pembatasan (statute of limitations) kasus ini berakhir. Dalam sistem hukum sipil, statuta pembatasan adalah tindakan legislatif yang menetapkan batas waktu maksimal bagi suatu kasus untuk diproses secara hukum.
Meskipun demikian, ada permintaan agar pemerintah Paetongtarn mengeluarkan dekrit untuk memperpanjang statuta kasus tersebut.
BACA JUGA:Memastikan Peluang Investasi, Komisi II DPRD Kunjungi BIJB Kertajati
Sejak peristiwa itu terjadi, tidak ada satu pun di antara para pelaku yang menyerahkan diri, mengaku bertanggung jawab, maupun ditangkap dalam kasus tersebut. Komunitas Muslim Thailand dan aktivis pada Rabu (23/10) melakukan aksi untuk mengenang tragedi tersebut dengan bersepeda melalui rute yang sama dengan rute truk yang membawa para korban. Hal itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap korban dan upaya untuk mengingat serta mencegah kekerasan di masa mendatang. (ant/jpnn)