Bedah Buku Perempuan Penggerak Perdamaian di Rumah Rengganis Cirebon

Cici Situmorang (kanan) bersama Alifatul Arifiati (dua dari kanan) dan Juwita Djatikusumah (tiga dari kanan) dalam peluncuran buku Perempuan Penggerak Perdamaian di Rumah Rengganis, Cirebon, Sabtu (5/10/2024).-khoirul anwarudin-radar cirebon

CIREBON- Mendapatkan diskriminasi akibat perbedaan latar belakang suku dan agama, tentu menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi seseorang. Tapi bagi Cici Situmorang, pengalaman itu menjadi pelecut semangatnya untuk terus menyemai toleransi sekaligus melawan diskriminasi.

Ya, Cici Situmorang menjadi satu dari 6 tokoh perempuan lintas iman yang menjadi penggerak perdamaian di wilayah Ciayumajakuning. Pengalaman mereka menjadi inspirasi dari buku berjudul Perempuan Penggerak Perdamaian yang diterbitkan oleh Lembaga Fahmina.

Cici Situmorang sendiri merupakan dosen sekaligus founder Inspiration House. Melalui Inspiration House itu, ia menjadi penggerak perdamaian melaui upaya pendidikan toleransi dan keberagaman terhadap anak-anak yang termarjinalkan.

Pada suatu ketika, Cici yang sudah menjadi aktivis di kampus itu dianggap menyebarkan agama tertentu. Pasalnya, ia sebelum melaksanakan kegiatan sosial, diminta memimpin doa bersama sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Bagi sebagian pihak, hal itu ternyata menjadi sebuah ancaman. Terlebih pada saat itu, berita tentang Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang tersangkut kasus penistaan agama begitu santer di mana-mana.

BACA JUGA:Kemenag Sediakan 4.000 Judul Buku di Perpustakaan Digital 845 Masjid

“Saya ketika di kampus itu benar-benar mengedukasi dan bergerak di bidang kemanusiaan itu justru dianggap sebagai agenda kristenisasi di kampus. Padahal tidak seperti itu," kata Cici usai peluncuran buku Perempuan Penggerak Perdamaian di Rumah Rengganis, Kota Cirebon, Sabtu (5/10/2024).

Cici mengungkapkan bahwa akibat sangkaan itu, ia merasakan bullying dari kalangan tertentu yang belum memahami toleransi. Ia juga merasa dikucilkan, bahkan nilainya di kampus juga sampai anjlok. Kemudian satu per satu temannya juga menjauh.

Yang juga membuatnya terpukul adalah Inspiration House yang ia dirikan juga hampir bubar. Padahal, organisasi itu bergerak pada sektor pendidikan bagi anak kurang mampu. Dari 30 anggota, tersisa empat orang saja. Peserta didik yang sempat mencapai 300 orang menyurut hingga 100 anak saja.

Namun seperti memperoleh setitik cahaya dalam kegelapan, di tengah keterpurukannya itu, ia justru dinyatakan lolos seleksi dalam Sekolah Pemikiran Maarif yang digelar Maarif Institute. Bekal dari program tersebut, menjadi penyemangatnya untuk selalu terus menyuarakan toleransi dan keberagaman.

BACA JUGA:Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Pada tahun 2023 lalu, Cici juga terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa pendidikan singkat dari Pemerintah Australia. Ia bersama dengan 20 orang lainnya berangkat untuk mengikuti Leadership for Youth Interfaith Woman Leaders Short Course.

Melalui Inspiration House, ia dan komunitasnya mengajarkan keberagaman melalui perjumpaan, dialog dan interaksi dengan harapan dapat menanamkan rasa toleransi sejak dini dan bisa menjaga rasa persatuan dan kesatuan terhadap sesama.

“Dengan pergerakan ini, diharapkan menjadi inspirasi bagi para perempuan yang ingin melakukan kegiatan positif yang terkait toleransi serta memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa berbeda itu tidak masalah," katanya.

Sementara itu, Fachrul Misbahudin, editor sekaligus salah satu penulis buku tersebut menjelaskan bahwa buku Perempuan Penggerak Perdamaian tersebut menampilkan kisah enam tokoh perempuan dari beragam latar belakang yang berbeda. Mereka adalah Alifatul Arifiati, Ni Putu Sari Damayanti, Sri Rejeki, Juwita Djatikusumah, Aulia Fauziah, dan Cici Situmorang.

Tag
Share