PCNU Se Cirebon Raya Tegas Menolak Gerakan MLB NU

Seluruh PCNU Se Ciayumajakuning Plus memberikan pernyataan pers, menolak gerakan MLB NU.-samsul huda-radar cirebon

CIREBON- Seluruh PCNU Se Ciayumajakuning Plus menolak Muktamar Luar Biasa (MLB) NU. Apalagi jika digelar di Cirebon. PCNU Se Ciayumajakuning Plus tersebut terdiri dari PCNU Kota/Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang, Sumedang, hingga Kabupaten Bogor.

Penolakan itu disampaikan dalam sesi jumpa pers yang dipusatkan Sekretariat PCNU Kabupaten Cirebon, Rabu (11/9/2024). Jumpa pers itu dipimpin oleh Ketua PCNU Kabupaten Cirebon KH Aziz Hakim Syaerozie atau Kang Azis.

Kang Azis didampingi oleh Ketua PCNU Indramayu KH Mustofa, Ketua PCNU Kota Cirebon KH Mustofa Rasyjid, Ketua PCNU Kuningan KH Aam Aminuddin, Ketua PCNU Subang KH Syatibi, Ketua PCNU Sumedang KH Idad Istidad, Ketua PCNU Kabupaten Bogor KH Aim, dan Ketua PCNU Majalengka KH Umar. Jumpa pers itu juga dihadiri oleh Ketua PWNU Jawa Barat KH Juhadi Muhamad.

“Kami tidak sepakat adanya gagasan MLB NU. Apalagi tempatnya di Cirebon. Kalau memaksa lokasi MLB di Kabupaten Cirebon, kami akan melakukan dialog dengan penggerak MLB. Kalau memaksa digelar, kami akan melaporkan ke jalur hukum agar APH (aparat penegak hukum) bergerak. Agar tidak terjadi kerusakan atau hal-hal yang tidak dinginkan," kang Kang Aziz saat jumpa pers.

BACA JUGA:Bantah Mangkir, Menag Persilakan Pansus Selidiki Dugaan Konspirasi Haji 2024

Kata Kang Aziz, pihaknya sudah mengkonfirmasi ke beberapa pesantren berpengaruh di Cirebon. Seperti Pesantren Babakan, Kempek, Arjawinangun, Balerante, Buntet, dan Gedongan. Dari konfirmasi itu, tidak ada satupun yang mengetahui kegiatan konsolidasi MLB NU.

“Kalaupun ada, satu dua orang. Tentu bukan atas nama institusi terkait, tetapi lebih ke pribadi masing-masing.  Oleh karena itu, kami mandataris PCNU Cirebon Raya Plus Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor perlu memberikan tabayun (penjelasan)," terangnya.

Menurutnya, dalam sejarah tradisi NU, MLB sekalipun termaktub aturannya dalam AD/ART NU, tetapi kenyataannya, tidak pernah dipraktikkan oleh ulama-ulama kecuali pada era KH Abdurrahman Wahid. Itu pun secara diametral dipahami sebagai bentuk tirani orde baru kepada NU sehingga inisiator MLB secara kasat mata dipengaruhi faktor eksternal.

“Atas dasar itu, kami berkesimpulan bahwa praktik MLB, sepanjang tidak didasarkan pada nilai-nilai urgentif secara syari, karena hakekatnya adalah tindakan tabu, penuh dengan resiko negatif, dan kenyataannya tidak pernah dijumpai (contoh) konkrit ulama-ulama generasi pendahulu kita terkait tindakan ini, sekalipun dalam suasana perbedaan yang tajam," paparnya.

BACA JUGA:Stadion Watubelah Layak untuk Turnamen Resmi PSSI: Liga 3 dan Liga 2

Menurutnya, tradisi NU dalam mengelola pengambilan sebuah hukum senantiasa berpegang pada prinsip kaidah fikih dar-ul mafaasid muqoddamun 'ala jalbi al-masalih. “Maka kami memandang bahwa poin-poin yang disangkakan presidium terkait dengan dugaan pelangaran AD/ART dan Qonun Asasi NU bukanlah bagian dari wilayah prinsip,” katanya.

“Karena pada hakikatnya semua Gerakan NU juga didasari oleh upaya islahiyyah (perbaikan) yang bersifat ijtihadi. Kalaupun menyangkut contoh-contoh kasus, maka secara umum tidak bisa dijadikan sebagai bantalan untuk melegitimasi MLB," sambung Kang Azis kepada wartawan.

Artinya, kata Kang Aziz, memaknai MLB di dalam AD/ART sebagai instrument untuk melegitimasi tindakan yang bersifat dlaruri syar'i (kebutuhan mendesak secara syariat) bukan didasari oleh asumsi-asumsi yang bersifat khilafiyah (perbedaan pandangan).

Hal ini semata-mata bertujuan untuk menjaga muruah (Marwah) dan sakralitas NU. Maka, MLB dalam AD/ART hakekatnya adalah pengejawentahan dari kaidah fikih al-dlaruratu tubihu almakhdzuraat (dalam kondisi terpaksa, yang tabu dan berisiko secara syariat boleh dilakukan) bukan celah untuk merebut kepemimpinan NU.

Tag
Share