Permintaan maaf Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (1/8) mendapat respons dari PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa seluruh kebijakan Presiden Jokowi harus dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat. Hasto mencontohkan data impor beras yang justru belakangan ini dilakukan pemerintah. Sebab, tersiar kabar pemerintah melakukan impor beras sebanyak 6 juta ton tahun ini.
"Partai menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan dari seorang presiden itu dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat. Contohnya kami yang selama ini getol menolak impor beras sekarang terbukti bahwa data-data yang sebelumnya disampaikan ternyata manipulatif," kata Hasto di Sekolah Partai PDIP.
Hasto menegaskan, berbagai kebijakan Presiden Jokowi seharusnya dipertanggungjawabkan lebih dahulu, bukan justru menyampaikan permintaan maaf. "Kebijakan-kebijakan itulah yang harus dipertanggungjawabkan terlebih dahulu kepada rakyat dan itu harus kedepankan, bukan permintaan maafnya dulu," tegas Hasto.
Sebelumnya, permohonan maaf itu disampaikan Jokowi saat acara Zikir dan Doa Kebangsaan 79 Tahun Indonesia Merdeka di Istana Negara, Jakarta, Kamis (1/8) malam. Jokowi minta maaf atas kesalahan atau kekhilafan selama memimpin Indonesia sejak 2014.
BACA JUGA:Ratusan Pelari Ikuti AIO Run 2024
"Bapak/Ibu sekalian, Saudara-Saudara sebangsa dan se-Tanah Air, dalam kesempatan yang baik ini, di hari pertama bulan kemerdekaan, Agustus, dengan segenap kesungguhan dan kerendahan hati, izinkanlah saya dan Profesor Kiai Haji Ma'ruf Amin, ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini, khususnya selama kami berdua menjalankan amanah sebagai Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia," ucap Jokowi.
Di sisi lain, dalam rangka memperingati peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli), DPP PDI Perjuangan (PDIP) menggelar acara wayangan dengan lakon ‘Sumatri Ngenger’ pada Sabtu (3/8) malam. Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto berharap, dengan menampilkan lakon 'Sumantri Ngenger' ini, semua bisa belajar bahwa suatu peradaban harus dimulai dari sebuah kebaikan.
Adapun yang bertindak sebagai dalang dalam pertunjukan wayang ini yakni Ki Warseno Slank. Hal itu disampaikan Hasto dalam sambutan pembuka pertunjukan wayang dengan Lakon 'Sumatri Ngenger' dalam rangka peringatan 28 tahun peristiwa Kudatuli, di Halaman Masjid At Taufiq, depan Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (3/8).
"Dengan menampilkan cerita Sumantri Ngenger ini, semoga kita bisa belajar tentang suatu peradaban yang dimulai dari nilai-nilai falsafah tentang kebaikan, tentang bagaimana memayu hayuning bawono (membuat dunia menjadi indah), tentang bagaimana tugas seorang ksatria yang menghadapi berbagai ujian-ujian," kata Hasto, dikutip Antara, Minggu (4/8).
BACA JUGA:Sayap Gerindra Kenalkan Suhendrik lewat Donor Darah
Politisi asal Jogjakarta ini menyebut, dengan ujian tersebut pemimpin belajar bertanggung jawab dan tak lari dari tugasnya meskipun harus menghadapi resiko yang paling buruk sekalipun.
"Justru dengan ujian-ujian itu, dia akan menjadi seorang pemimpin yang bertanggung jawab, pemimpin yang berkarakter, pemimpin yang tidak pernah lari dari tugas-tugasnya, meskipun harus minum pil pahit, harus menghadapi risiko-risiko yang paling buruk sekalipun," ungkap Hasto.
Alumnus Universitas Pertahanan ini juga menegaskan, peristiwa Kudatuli mengajarkan bahwa itu bukan hanya sebuah serangan fisik semata, tapi sebuah serangan terhadap sistem demokrasi, hukum, serta gagasan-gagasan terhadap sang proklamator bangsa, Soekarno.
"27 Juli telah telah mengajarkan kepada kita, bahwa serangan ke kantor DPP PDI saat itu bukanlah serangan fisik. Ia adalah serangan terhadap peradaban, ia serangan terhadap sistem demokrasi, serangan terhadap sistem hukum, serangan terhadap seluruh gagasan-gagasan Bung Karno tentang pentingnya kedaulatan berada di tangan rakyat itu," ungkap Hasto.
BACA JUGA:Koalisi PKS-Nasdem Makin Pede Usung Jigus-Anwar Yasin