Di Jalan Kantor, tepatnya di depan Vihara Dewi Welas Asih, ada pemandangan menarik. Beberapa becak Jepang terparkir dengan lengkap mengenakan kostum kimono dan hanfu khas Pecinan.
Becak ini beroda 2, ditarik oleh tenaga manusia, menghadap ke arah jalan. Joknya berwarna merah, sementara sisanya terbuat dari besi dan plat, didominasi warna hitam. Atapnya dapat naik turun sesuai kebutuhan.
Becak ini memiliki kapasitas untuk 1 hingga 2 orang, tergantung dari beratnya. Maksimal 115 kilogram untuk penumpangannya.
“Idealnya, satu dewasa dan satu anak-anak,” ujar Wiwik Yuchyi, pelayan Wisata Rickshaw kepada Radar Cirebon saat di lokasi, Senin (22/7) lalu.
Penumpang dapat naik dengan dibantu menengadah atau pijakan kaki seluas 20x10 sentimeter, dengan ketinggian sekitar 15 sentimeter.
Handel atau pegangan tangan untuk kemudi juga tersedia untuk mempermudah penggunaannya.
Penarik becak rickshaw mengenakan seragam berwarna merah dengan tepi kerah dan sabuk hitam yang dipadukan dengan motif mega mendung.
Kemudinya dioperasikan menggunakan tenaga manusia, seperti gerobak pengangkut pasir.
Becak ini dikenal sebagai Wisata Rickshaw, dengan dua paket yang ditawarkan.
Paket A berharga Rp100 ribu untuk 30 menit, melintasi Jalan Pasuketan atau Gedung BAT, Jalan Talang, Gedung Bundar, Jalan Kebumen, dan kembali ke Vihara Dewi Welas Asih.
Paket ini termasuk sewa kostum, payung, dan satu kipas bulat, dengan berat maksimum penumpang 75 kg.
Paket B, dengan tarif Rp150 ribu, menawarkan rute yang sama dengan berat maksimum 115 kg, ditambah dengan dua kipas bulat.
Sedangkan Paket C memungkinkan pengunjung untuk langsung mengendalikan kemudi becak, merasakan sensasi menjadi penarik Rickshaw.
Keberadaan becak Jepang ini bertepatan dengan peringatan hari jadi ke-597 Cirebon, dengan peluncuran perdana pada Jumat (19/7).
“Namun, inisiatif ini bukan bagian dari permintaan Pemkot Cirebon atau instansi terkait, tetapi merupakan milik seorang pengusaha Tionghoa di Cirebon,” tambahnya.