Sehingg guru honorer dipaksa mengalah, dikeluarkan. Seperti habis manis sepah dibuang. Mereka tak dibutuhkan lagi, mereka pun dibuang.
Sungguh kebijakan yang tak bijak, grasa-grusu, tak mendatangkan solusi atau jalan keluar. Kebijakan yang hanya mengakomodir dan mengamankan kepentingan sepihak. Guru honor benar-benar terabaikan.
Sedikit cerita, saya adalah seorang kepala sekolah. Saya menyaksikan guru memang kurang. SD yang saya pimpin misalnya tak ada guru PAI juga guru Olahraga.
Untung guru kelas yang ada siap memberikan pembelajaran dua pelajaran tersebut. Kualitas pembelajaran pastinya tak seperti jika disampaikan oleh guru bidang sutudi Agama dan Olahraga. Tapi apa mau dikata, keadaan memaksa. Tidak ada rotan akar pun jadi.
BACA JUGA:Pemkot Cirebon Turun Langsung Untuk Mediasi Soal Debu Batu Bara
Saya pernah berpikir akan mengangkat guru honor lagi, tapi regulasi melarangnya. Di sekolah lain satu SD hanya ada 4 guru, Kebayang ngga? Enam kelas diajar oleh empat guru. Kondisi seperti ini yang membuat kepala sekolah terpaksa menambah guru honorer.
Kemudian, di lapangan jumlah guru ASN itu sedikit. Tenaga honorer lebih banyak jumlahnya. Bahkan ada SD yang semua gurunya tenaga honorer kecuali kepala sekolahnya.
Ini menjadi sebuah ketimpangan. Satu sisi kita kurang guru, sisi lain pemerintah tak mengangkat guru ASN untuk menutup kekurangan.
Apa pantas disalahkan jika kepala sekolah mengambil kebijakan untuk menyelamatkan keadaan dengan mengangkat guru honorer?
BACA JUGA:Penguatan Wawasan Kebangsaan bagi Siswa
Kalau seperti ini terus sampai kapan pun persoalan tenaga honorer dalam hal ini guru tak akan pernah selesai. Ibarat tong edan atau tong setan di pasar malam yang berputar terus menerus.
Tak pernah berhenti. Satu masalah pergi seribu datang berganti. Selama ini pemerintah tak pernah memotong akar masalahnya yakni kekurangan guru.
Coba kalau pemerintah bisa menutupi kekurangan guru dengan mengangkat ASN sesuai kebutuhan dapat dipastikan persoalan guru honorer akan hilang dengan sendirinya.
Kembali ke soal kebijakan cleansing, kesalahan utamanya adalah tak memanusiakan manusia. Guru dianggap seperti barang, tak dibutuhkan dibuang ibarat sampah.
BACA JUGA: Coklit DP4 di Kota Cirebon Selesai, Pengumuman DPT Direncanakan Tanggal 22-27 September 2024
Dibersihkan seperti kotoran. Tidak ada upaya pendekatan. Menutup dialog. Hanya mengacuh pada aturan. Konon perpedoman pada temuan BPK. Jelas berpikir dan bertindak saklek, kaku seperti ini tak tepat. Salah.