Komisi III DPR RI mendukung langkah Polri yang akan memiskinkan bandar narkoba dengan pasal pencucian uang sebagai upaya pemberantasan peredaran narkoba di Indonesia. Selain itu, DPR juga mendorong agar pasal Tindak Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juga diterapkan kepada bandar judi online (judol), mengingat, praktik judol sama seperti narkoba yang merusak moral.
“Kami mendorong agar pasal TPPU juga diterapkan untuk bandar judi online yang merusak moral masyarakat dan berdampak pada ekonomi negara,” kata Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez kepada wartawan, Rabu (17/7).
Ia menjelaskan, bahaya judi online saat ini sudah setara dengan narkoba di Indonesia. Karena, bukan hanya berdampak pada penggunanya saja, tapi juga turut merugikan orang lain. Karena itu, Gilang menyebut, langkah berani dan tegas dari kepolisian akan memberikan efek jera terhadap bandar judi online yang ditangkap.
“Dengan memiskinkan bandarnya, kita berharap otak-otak pelaku judi online tidak lagi bisa mengulangi kejahatannya, karena kehabisan modal. Jadi ini sebagai salah satu langkah membumihanguskan praktik-praktik judi online” tegas Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu.
BACA JUGA:AKBP Ari Setyawan Wibowo Pimpin Polres Indramayu
“Karena selain merusak moral, judi online banyak menjerumuskan masyarakat ke perilaku utang hingga membuat penggunanya kecanduan. Tidak sedikit permasalahan sosial timbul akibat judi online,” sambungnya.
Lebih lanjut Gilang memastikan, DPR akan terus mendorong pemerintah dan penegak hukum untuk konsisten dalam menghentikan judi online. Selain itu, DPR juga menegaskan pentingnya pemerintah melakukan edukasi tentang bahaya judi online kepada masyarakat.
“Perlu dilakukan kampanye edukasi secara masif kepada masyarakat tentang bahaya judi online alias judol, termasuk memberikan literasi ke masyarakat untuk tidak tergoda pada praktik judol meski ada iming-iming keuntungan yang menggiurkan,” ucap Gilang.
Ia menambahkan, ketegasan penegakan hukum terhadap para pemain judi online dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Polri. Apalagi setelah adanya beberapa kasus yang menyebabkan citra Polri menurun.
BACA JUGA:Wujudkan Sekolah Ramah Anak
“Ini bisa menjadi titik balik kepolisian dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat lagi. Sehingga masyarakat percaya polisi dapat memberikan perlindungan dan rasa aman kepada rakyat yang mana itu adalah tugas Polri,” ungkapnya.
Gilang mencontohkan soal kejadian yang menimpa sopir Bajaj bernama Supriyadi. Kisahnya viral karena Bajajnya dicuri tapi tak mau melapor ke Polisi karena mengaku tidak memiliki uang. Sebab, Supriyadi merasa kasus pencurian bajajnya tidak akan diusut Polisi jika ia tidak memberi uang untuk proses pelaporan. “Ini kan miris sekali ya, bagaimana seharusnya rakyat merasa aman meminta perlindungan ke polisi sebagai pengayom masyarakat dan penegak hukum. Ada yang salah sampai rakyat merasa harus membawa uang saat hendak membuat laporan ke kepolisian,” papar Gilang.
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI itu meminta jajaran Polri berintrospeksi dan mengevaluasi diri. Gilang berharap Polri melakukan perbaikan di seluruh tingkatan agar tidak lagi ada cap ‘bayar dulu baru kasus ditangani’ di tengah masyarakat.
“Kasus Supriyadi ini menjadi pengingat bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan efektivitas layanan publik, khususnya bagi masyarakat rentan. Polri harus bisa merangkul semua lapisan masyarakat,” pungkasnya. (jpnn)