Kesantunan Dalam Berdemokrasi

Kamis 11 Jul 2024 - 17:49 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Oleh: Mukhammad Alwani* 

DALAM kancah politik, tindakan saling menjatuhkan atau jegal-menjegal sering kali menjadi fenomena yang tak terelakkan.

Jegal-menjegal merujuk pada upaya-upaya untuk merugikan, menghalangi, atau menjatuhkan lawan politik dalam rangka mendapatkan keuntungan tertentu. 

Fenomena ini memperlihatkan sisi gelap dari permainan politik, di mana ambisi pribadi dan kepentingan kelompok sering kali lebih dominan dibandingkan dengan nilai-nilai etika dan moral yang idealnya dipegang dalam praktik politik. 

BACA JUGA:Sudah Laporkan Aep dan Dede, Dedi Mulyadi: Kita Semua Juga Terkecoh dengan Linda

Niccolò Machiavelli, seorang filsuf politik dari Italia pada abad ke-16, dikenal dengan pandangannya yang realis dan pragmatis mengenai kekuasaan dan politik.

Dalam karyanya yang paling terkenal, “The Prince” Machiavelli memberikan panduan tentang bagaimana seorang penguasa bisa mencapai dan mempertahankan kekuasaan dengan menggunakan berbagai cara, termasuk yang tidak bermoral. 

Ia menekankan bahwa dalam politik, tujuan sering kali membenarkan cara-cara yang diambil, dan penguasa harus siap untuk menggunakan segala cara yang diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaannya. 

Machiavelli melihat politik sebagai medan perang yang penuh dengan intrik dan persaingan sengit. Dalam konteks jegal-menjegal, perebutan rekomendasi partai politik menjadi ilustrasi nyata dari bagaimana ambisi kekuasaan dan strategi licik digunakan untuk mengatasi saingan.

BACA JUGA:Keluarga Vina Ungkap Sosok Baru, Namanya Mega

Fenomena ini tidak hanya terjadi di tingkat elit politik, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan politik lainnya, seperti pemilihan umum, penunjukan jabatan, dan pembentukan koalisi. 

Melalui lensa teori Machiavelli, kita dapat memahami lebih baik dinamika di balik tindakan jegal-menjegal dan bagaimana strategi-strategi tertentu diterapkan untuk mencapai tujuan politik.  

Machiavelli dalam karyanya menekankan lima poin penting. Pertama, ambisi dan kekuasaan merupakan pendorong utama tindakan politik. Di dunia politik, aktor berjuang untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, sering mengabaikan etika demi tujuan mereka.

Tindakan 'jegal-menjegal' mencerminkan ambisi ini, di mana politikus menggunakan berbagai cara untuk menjatuhkan lawan demi memperkuat posisi mereka. 

BACA JUGA:Sidang PK Saka Tatal Digelar di Cirebon, Ini Jadwalnya

Tags :
Kategori :

Terkait