Menurut studi yang dilakukan oleh Singh dkk (2023) patogen akan menjadi lebih virulen dan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih intensif karena peningkatan suhu rata-rata bumi.
Waktu inkubasi patogen juga semakin singkat sehingga mempercepat persebaran infeksinya dalam suatu populasi tanaman.
Pada suhu dan kelembapan yang relatif lebih tinggi, kemampuan pertahanan diri tanaman (sistem imun) dari penyakit juga menurun sehingga mempermudah terjadinya infeksi patogen.
Peningkatan suhu juga memicu terganggunya keanekaragaman hayati dengan menurunnya populasi musuh alami serangga hama dan mikrobiom alami tanaman yang melindunginya dari hama dan penyakit, memperbesar peluang kerusakan dan gagal panen lebih jauh lagi.
BACA JUGA:Camat Beber: Sudah Minta Maaf, Kuwu Sindanghayu Mengakui Melakukan Pelecehan
Estimasi kerugian komoditas tanaman pertanian penting yang meliputi padi, jagung, kedelai dan akabi (aneka kacang dan umbi) akibat serangan hama dan penyakit di Indonesia menurut Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian tahun 2024 adalah seluas masing-masing 171.516 ha tanaman padi, 44.872 ha tanaman jagung, 1.555 ha tanaman kedelai, dan 1.001 ha aneka tanaman kacang dan umbi.
Sebagian besar kerusakan tanaman pertanian ini disebabkan oleh hama berupa serangga dan arthropoda serta penyakit yang disebabkan virus, jamur dan bakteri.
Semua efek negatif dari perubahan iklim ini mendorong untuk dilakukannya tindakan preventif dan solutif, karena saat anda membaca artikel ini pun masalah-masalah tersebut sedang berlangsung dan akan memburuk jika tidak segera dilakukan penanganan yang tepat dan cepat.
Dalam upaya mitigasi jangka panjang seperti mengurangi emisi karbon dan gas rumah kaca penyebab pemanasan global, melakukan konservasi habitat alam, serta menjaga keanekaragaman hayati untuk menjaga keseimbangan ekosistem memerlukan usaha yang tidak kecil dan membutuhkan andil pemangku kebijakan serta korporasi besar. Mencapai target net zero emission dan transisi hijau ini memerlukan waktu yang lama. Sehingga dibutuhkan upaya cepat dan efektif untuk mengatasi masalah serius yang sudah terjadi.
BACA JUGA:Meskipun Bisa Usung Satu Paket, PDI P Pastikan Berkoalisi dalam Pilkada
Pengendalian hama dan penyakit dengan metode konvensional seperti penggunaan pestisida kimia sudah cukup lama dianggap sebagai solusi yang tidak ramah lingkungan dan memiliki efek buruk yang mencemari lingkungan.
Dari sekian banyak solusi yang ditawarkan dalam penanggulangan masalah hama dan penyakit tanaman pertanian yang berkelanjutan (sustainable), salah satu teknologi yang paling baru, terus berkambang dan sudah banyak dimanfaatkan di negara maju adalah teknologi organisme transgenik atau yang sering juga dikenal sebagai Genetically Modified Organism (GMO).
GMO menjadi salah satu teknologi yang termutakhir dan sangat membantu manusia untuk mengejar ketertinggalannya dalam menyelesaikan masalah-masalah kronis yang hampir tidak tertolong lagi.
Masalah kelaparan dan gagal panen, serta kebutuhan untuk memberi makan 8 milyar manusia di bumi. Teknologi rekayasa genetik untuk membuat GMO masih menimbulkan pro dan kontra bahkan hingga hari ini.
BACA JUGA:Obor Api Perjuangan, Api Ini Simbol Penyemangat Kader Banteng Hadapi Pilkada 2024
Dari sudut pandang kelompok pro GMO, menyatakan bahwa GMO memiliki potensi yang sangat besar untuk menyelesaikan masalah terkait krisis iklim dan berbagai aspek di bidang pangan dan pertanian.