Mayoritas tanaman pangan pokok seperti jagung, padi, gandum dan kedelai sudah dikembangkan dengan teknologi modifikasi genetik dengan menyisipkan gen yang mengkode sifat resisten hama dan resisten herbisida.
Pemanfaatan GMO ini sudah menunjukkan hasil yang sangat baik dan membantu dalam meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan suplai bahan makanan pokok dunia.
Pihak yang kontra mengemukakan bahwa terdapat efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dari produksi (pertanian) dan konsumsi produk GMO yang mungkin belum diketahui karena belum cukup studi yang mempelajari akan efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh GMO.
BACA JUGA:Cak Imin Rekomendasikan Ketua DPP PKB Yanuar Prihatin Maju Pilkada Kuningan
Namun demikian dalam regulasinya, produk-produk hasil rekayasa genetik di negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Kanada telah melalui asesmen dan pengujian keamanannya bagi konsumen dan terbukti melalui berbagai studi bahwa efek negatif dari konsumsi GMO tidak berbeda signifikan dengan produk tanaman non-GMO.
Kebanyakan argumen yang menolak GMO muncul pada awal berkembangnya teknologi ini beberapa tahun lalu. Sampai artikel ini ditulis, perkembangan teknologi yang lebih mutakhir sudah sangat cukup untuk mengeliminasi dampak negatif dan kemungkinan-kemungkinan efek samping yang muncul dari teknologi GMO.
Metode untuk memodifikasi gen organisme melalui teknologi CRISPR-Cas9 yang dapat mengubah komponen gen secara lebih akurat dan memungkinkan untuk melakukan modifikasi genetik tanpa melibatkan gen dari organisme lain - sebagaimana yang secara umum sudah dilakukan pada GMO terdahulu dan menimbulkan kecemasan terjadinya reaksi alergi atau timbulnya toksin akibat kehadiran gen campuran dari organisme lain - menjadi harapan baru bagi pengembangan GMO yang lebih aman dan terkontrol.
Mengutip dari artikel yang ditulis oleh Rene Van Acker dkk (2017) Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan tanaman GMO menurunkan penggunaan pestisida.
BACA JUGA:88 PNS Raih Penghargaan Satyalancana Karya Satya Atas Dedikasi dan Loyalitas Selama Bekerja
Teknologi GMO juga meningkatkan produksi produk pertanian, menciptakan produk pertanian yang memiliki nilai tambah seperti kandungan vitamin, asam amino dan komponen nutrisi lain yang lebih tinggi.
Pengembangan Beras Emas (Golden rice) yang difortifikasi sehingga mengandung beta karoten yang diharapkan dapat membantu mengatasi defisiensi Vitamin A di negara-negara berkembang di Afrika dan Asia hingga sekarang masih belum dapat dimanfaatkan karena masih terhambat oleh protes dari kalangan aktivis yang skeptis mengenai pemanfaatan teknologi ini.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui artikel yang berjudul “Tanaman Transgenik dalam Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan” yang ditayangkan beberapa waktu lalu melalui situs resminya mengemukakan bahwa pemahaman masyarakat mengenai GMO masih sangat kurang dan karenanya teknologi ini perlu diperkenalkan.
Dalam artikel tersebut juga disebutkan bahwa GMO adalah solusi yang tepat untuk menghadapi berbagai tantangan yang akan dihadapi oleh Bangsa Indonesia beberapa tahun mendatang.
BACA JUGA:Dibawa Puluhan Pelari dari Jawa Tengah, Ratusan Kader PDI P Majalengka Sambut Obor Api Perjuangan
Pertambahan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai angka 305 Juta jiwa pada 2035 menjadi perhatian, karena dibutuhkan upaya efektif guna memenuhi kebutuhan pangan yang akan muncul dari pertumbuhan populasi ini.
Berbagai regulasi perlu dibuat untuk menjamin keamanan penerapan teknologi ini dengan mengacu pada konvensi dan regulasi internasional yang sudah diterapkan di berbagai negara.