CIREBON - Ojek online (ojol) mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) sejauh ini masih menjadi polemik.
Ketua Serikat Pekerja Indonesia Kota Cirebon, Andi M. Rosul mengatakan, pemerintah pusat seharusnya memberikan informasi dan kejelasan hingga ke daerah tentang aturan ojek online.
Di daerah, sambung dia mereka hanya berdampak dari aturan atau regulasi transportasi umum.
Dijelaskan, Kementerian Tenaga Kerja, khususnya bidang PHI, tentu telah mengetahui adanya aturan atau undang-undang yang menyatakan setiap jenis usaha yang mempekerjakan orang, memiliki kewajiban untuk memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan UU ketenagakerjaan.
"Persoalan ini muncul, mungkin karena izin ojek online awalnya diberikan pada tingkat nasional, bukan di tingkat daerah," jelasnya.
Oleh karena itu, Disnaker di daerah tidak memahami aturan kesepakatan atau perjanjian antara pemilik atau owner ojek online dengan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan.
Pemahaman dari pemerintah pusat, melalui Kemenaker, menyatakan pemilik aplikasi ojek online memiliki kewajiban untuk memberikan THR kepada para driver aplikasi tersebut.
Karena para driver ojek online merupakan pekerja aktif dan terikat dalam perjanjian kerjasama, yang berarti mereka bukan hanya mitra, tetapi juga pekerja lepas sebagai driver aplikasi online.
”Sebenarnya bentuk pemberian THR dapat disesuaikan dengan masa aktifnya si ojol, serta berapa banyak transaksi yang telah dikontribusikannya kepada aplikasi ojek online,” ujarnya.
BACA JUGA:Siap Hadapi Gugatan Hasil Pilpres 2024, Yusril akan Dibantu 36 Pengacara
Andi kembali menegaskan bahwa bentuk pemberian THR dapat bervariasi sesuai dengan masa aktif si ojol dan kontribusinya.
Maka THR dapat disajikan dengan skema pendapatan dan masa kerja.
Disnaker juga harus menjadi ujung tombak dalam menjaga keadilan di dunia ketenagakerjaan karena mereka adalah salah satu instansi tempat para pekerja berharap mendapatkan bantuan untuk hak-haknya.