Orang tua berharap dapat mendisiplinkan anak dengan pola asuh yang ketat, tetapi dalam hal ini komunikasi sering terjadi satu arah.
Orang tua dengan pola asuh seperti ini disebut dengan tipe orang tua otoriter. Anak yang diasuh pola otoriter cenderung terlihat kurang bahagia, ketakutan mengambil keputusan, serta tidak percaya diri.
Tetapi, banyak sebagian orang tua cenderung mengasuh pola asuh otoriter. Orang tua yang membuat peraturan yang ketat dan tidak mau menerima pendapat dari anaknya. Pola asuh yang seperti ini membuat dampak buruk bagi anak.
Berikut ini adalah ciri-ciri strict yang buruk bagi anak: banyak menuntut, minim dukungan, hukuman fisik, suka melarang anak, memiliki harapan tinggi terhadap anak, tidak memberikan pilihan, tidak percaya keputusan anak, mempermalukan anak, dan membandingkan anak.
BACA JUGA:Inter Milan Juara Piala Super Italia usai Kalahkan Napoli
Berikut ini adalah dampak buruknya pada anak: tidak bahagia, depresi, gangguan perilaku, suka berbohong, dan tidak percaya diri.
Memang hal tersebut membuat anak tidak nyaman, tetapi jika diri saya menjadi orang tua mungkin saya akan melakukan hal yang sama, tetapi berbeda caranya.
Sebagai orang tua, perlunya memiliki pengetahuan dalam mendidik anak, strict parents yang otoriter dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan mental anak.
Bersikap tegas dan wajar adalah salah atu poin penting dalam mendidik anak. Tanpa dukungan yang baik dari orang tua, anak akan merasa kesulitan dalam masa berkembangnya.
BACA JUGA:Bantah Kampanye Terselubung, RK: BPD Itu Parlemen Desa, Bukan Aparat Desa Ataupun ASN
Kasih sayang juga diperlukan dalam mendidik anak, karena itu adalah hak yang harus didapatkan oleh anak.
Jika demikian, rumah adalah tempat anak ‘kembali’. Di rumah anak-anak harus merasa nyaman, bahagia, dan bebas dari rasa tekanan. Hal seperti ini, peran orang tua sangat dibutuhkan.
Orang tua juga harus membiasakan anak bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya. Orang tua juga menanyakan pendapat sang anak sekecil apa pun.
Mereka bisa mengajak anak berdiskusi tentang apa pun. Hal tersebut membuat anak merasa dirinya ada di sana dan ‘dianggap.’ Anak juga tidak akan takut mengatakan sesuatu kepada orang tua jika terjadi sesuatu.
BACA JUGA:Kesalahan Tulis Tipe, Terminal Dukuh Semar Gagal Dibangun