Untuk itu UN dianggap dapat menaikkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa. UN membuat siswa terpaksa untuk belajar lebih giat, memupuk motivasi belajar lebih keras.
Sehingga siswa memiliki mental yang siap berjuang. Sejak UN dihilangkan, motivasi belajar siswa menurun karena tidak ada tantangan.
Alasan berikutnya karena perlunya standarisasi pendidikan yang jelas. UN kembali diadakan adalah karena UN dijadikan sebagai standarisasi mutu pendidikan nasional.
BACA JUGA:Berikan Santunan Kepada Anak Yatim Piatu dan Duafa
Pelaksanaan UN dapat menjadi salah satu upaya peningkatan standar pendidikan Indonesia. Dengan adanya standarisasi pendidikan, maka sekolah, guru dan orang tua, dengan perannya masing-masing akan turut berlomba-lomba untuk memperbaiki kualitas pendidikan agar dapat mencapai standar yang telah ditentukan di nasional.
UN juga memicu berbagai daerah untuk menceritakan berbagai kendala yanag terjadi saat pelaksanaannya. Hal ini memudahkan monitoring berbagai hal tentang kekurangan sarana dan prasarana pendidikan.
Keterjangkauan UN juga memicu berbagai pihak untuk memberikan informasi bagaimana keadaan sekolah masing-masing, maka melalui pengadaan UN, terdapat upaya pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.
Alasan yang ketiga, mengapa perlunya UN, yaitu agar lulusan Indonesia tidak lagi diremehkan di luar negeri. Hal ini dipicu karena ada berita pada beberapa waktu lalu mengenai beberapa universitas di luar negeri, salah satunya Belanda yang tidak lagi menerima mahasiswa Indonesia akibat tidak adanya UN sebagai standar pendidikan. Menurut guru pro UN, tanpa ada UN, nilai ijazah sekolah Indonesia di mata internasional mengalami penurunan.
BACA JUGA: Program Makan Siang Sehat di SDN Munjul Majalengka
Bagi guru yang kontra atau tidak setuju diadaknnya UN, karena ada beberapa pertimbangan. Pertma, UN sangat bahaya bagi murid, karena dengan hanya UN yang dilaksanakan 3 hari, tapi menentukan nasib siswa yang belajar seama 3 tahun.
Bila dikaitkan dengan mutu pendidikan, nyatanya Indonesia saat melaksanakan UN, menurut Penilaian Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa sistem Pendidikan.
Guru kontra juga menegaskan, UN meletakkan murid sebagai objek pendidikan yang diukur dengan standar angka yang dipukul sama rata, padahal pendidikan seharusnya mengakomodasi kebutuhan murid. UN juga tidak mampu membaca kompetensi siswa secara holistic.
Mestinya, kalau UN dijadikan sebagai alat ukur, maka harusnya mampu mengukur beberapa kompetensi yang meliputi kompetensi kognitif, afektif, psikomotorik, dan bahkan karakter. Akbitnya UN juga berimbas pada ibu rumah tangga mengalami kekerasan verbal.
BACA JUGA:Simulasi Pencoblosan, Mulai dari Pemilihan Masuk ke TPS Membawa Surat Undangan
Seorang ibu akan dianggap tidak mampu mendidik anak oleh suaminya ketika anak mengalami kegagalan dalam UN. Maka dari petimbangan tersebut, guru kontra UN menyatakan tidak setujua diadakan kembalinya UN.
Menimbang argumentasi dari kelompok yang pro pada UN dan Kontra pada UN, semuanya memiliki niatan yang sangat baik.