Dengan memperhatikan bahwa siklus hidrometeorologi terjadi berkala setiap tahunnya, hujan yang turun tidak begitu saja menjadi banjir karena lahan terbuka hijau mampu menampung dan menyerap air hujan tersebut.
Tata permukiman yang baik dengan daya tampung saluran air yang terjaga akan mampu menghalau banjir di Kawasan permukiman.
Contoh yang kedua. Anggap saja semua kawasan memiliki potensi bencana gempabumi dengan tingkat risiko yang berbeda. Ada yang tingkat tinggi, sedang, dan rendah.
Suatu ketika terdapat upaya pembangunan suatu gedung di Kawasan dengan tingkat risiko gempabumi yang sedang.
BACA JUGA:Kevin Diks Beri Kode, Apakah Siap Bela Timnas Indonesia?
Di saat yang sama, tidak ada pilihan selain membangun gedung di lokasi tersebut. Maka yang dapat dilakukan adalah dengan memastikan bahwa gedung yang akan dibangun memiliki material dan struktur yang tahan gempa.
Sehingga apabila gempa terjadi, kerusakannya tidak terlalu berat atau setidaknya tidak sampai menimbulkan korban jiwa.
Katakanlah ini terlalu idealis dan tidak semudah itu untuk direalisasi karena ada banyak pertimbangan dalam proses pembangunan, terutama pembangunan fisik.
Belum lagi terdapat aspek-aspek lain yang seperti berebut untuk diprioritaskan di samping urusan bencana. Tidak jadi masalah, karena bencana tidak datang hari ini maka hiduplah untuk hari ini.
Tetapi bila bencana tiba-tiba datang, jangankan untuk membangun, bangkit dari reruntuhan saja sudah bertaruh dengan nyawa.
Celotehan ini bukanlah tanpa bukti. Barangkali pembaca masih ingat kejadian gempabumi di Cianjur dan di Garut-Kabupaten Bandung pada beberapa waktu yang lalu.
Gempabumi dengan episentrum di daratan dengan kedalaman yang cukup dangkal, dengan mudah menyapu permukiman hingga rata dengan tanah dalam hitungan detik.
Ini belum tentang megathrust yang memiliki kekuatan gempabumi lebih besar hingga berpotensi tsunami.
BACA JUGA:Maarten Paes Cidera, Apakah Bisa Main Saat Kontra Bahrain dan China? Simak Info Berikut
Tapi barangkali bencana tidak datang setiap hari, maka pembangunan dengan mempertimbangkan risiko bencana bisa ditunda. Sampai nanti. Sampai pembangunan itu tidak dapat dilakukan lagi. (*)