Tuntutan yang akan digemakan di MLB ini tak tanggung-tanggung, yakni: meminta Kemenkumham c.q. Direktorat Jenderal Administrasi Umum untuk membekukan SK Pencatatan dan Pengesahan Perubahan AD/ART dan kepengurusan PBNU sebagaimana tercatat dalam AHU-0001097.AH.01.08 tahun 2024 dengan alasan pelangggaran-pelanggaran berat yang telah dilakukan oleh PBNU.
Di titik arah yang berlawanan, klaim Presidium tersebut dipatahkan seluruhnya oleh nyaris semua PCNU se Jawa Barat. Seluruh PCNU yang direpresentasikan oleh KH Juhadi Muhamad (ketua PWNU Jawa Barat) dan KH Aziz Syaerozie (ketua PCNU Cirebon) itu sepakat menolak diselenggarakannya MLB karena selain tidak menampakkan aspek akhlak yang mulia, efek destruktif yang akan berdampak pada organisasi dan umat jauh lebih besar ketimbang input positif. Lagipula, tidak ada isu maha genting yang mengemuka di tubuh NU hingga membutuhkan MLB.
Karenanya para pengurus struktural NU Jawa Barat konon dalam waktu dekat akan menjalin dialog dengan gus-gus muda yang tergabung dalam “Presidium Penyelamat NU”, agar menghentikan wacana penyelenggaraan MLB demi kondusifitas bersama. Ini sebagai bentuk implementasi dari sikap moderat dan mentradisikan budaya tabayun (verifikasi) dalam segala hal. Jika ada keberatan yang hendak disampaikan pada PBNU silakan sampaikan melalui forum resmi muktamar yang legal, elegan dan berakhlak. Bukan justru membuat gerakan sabotase dari bawah.
Agak aneh memang. Dulu di era KH. Abdurrahman Wahid, MLB justru diinisiasi oleh Orde Baru yang menyodorkan Abu Hasan untuk menggembosi kepemimpinan Gus Dur yang jujur dan berani. Ini murni NU vis a vis ototarianisme Orde Baru yang tak senang dengan sikap kritis pemimpin-pemimpin NU.
BACA JUGA:KPPI Perkuat Peran Perempuan dalam Politik
Sekarang MLB justru diinisiasi oleh Nahdliyyin untuk menjatuhkan sesama Nahdliyyin. Segelintir elit kiai-kiai muda labil yang hendak mensabotase kiai-kiai sepuh dengan alasan yang dibuat-buat --untuk tidak menyebutnya kepentingan politis sesaat.
Jika MLB tetap terjadi, apapun alasan dan hasilnya, maka NU telah dilahirkan di Jombang dan dikubur hidup-hidup di tanah Caruban oleh segelintir kiai muda yang tak mengerti bagaimana cara mengejawantahkan etika dan gagasan secara beradab dan elegan.
DUDUK BERSAMA
Penulis tak bisa membayangkan betapa pilunya KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri (tiga serangkai pendiri NU) melihat NU dikoyak-koyak sedemikian rupa oleh segelintir individu yang menjuluki dirinya sebagai kiai milenial atau Gus. Peluh lelah perjuangan para pendiri itu sirna dilahap ego segelintir elit kiai muda yang sebenarnya tidak sedang mengurus kepentingan umat, melainkan kepentingan golongannya semata.
BACA JUGA:Pemkab Siapkan 23 Program, Optimistis Angka Stunting Turun
Karena itu, sudahilah wacana MLB ini. Toh ketua umum PKB sudah mendapat SK dari Kemenkumham Nomor M.HH-10.AH.11.02 Tahun 2024 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa Masa Bakti 2024-2029. Maka, kekhawatiran berlebihan bahwa PKB akan diambil alih oleh PBNU sudah usang dan tak lagi relevan.
Lagipula, Ketum PKB dan Ketum PBNU merupakan kawan karib sejak kecil lantaran keduanya sama-sama lahir dari trah darah biru para kiai. Keduanya juga pernah mengenyam pendidikan bersama di Universitas Gadjah Mada. Oleh sebab itu, konflik internal keduanya mustinya bisa selesai di atas meja angkringan sambil menghisap sebatang kretek dan secangkir kopi Arabica. Tidak perlu harus membuat Muktamar Tandingan maupun Muktamar Luar Biasa segala.
Sekali lagi percayalah ribut-ribut yang bising belakangan ini hakikatnya hanya tentang dua elit di tubuh PKB dan PBNU. Bukan tentang warga Nahdliyyin yang kesulitan mengakses pendidikan yang bermutu, bukan tentang nahdliyyin yang sukar mencari penghidupan yang layak, atau jutaan nahdliyyin yang terkena imbas dari industri ekstraktif yang destruktif di berbagai pelosok daerah di negeri ini. Bukan! (*)
*Penulis adalah Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Indramayu