Lahan Pertanian Retak, Petani Gagal Panen
Kepala Dusun Lani Martiono menunjukkan lahan persawahan yang mengalami kekeringan di Desa Buyut Kecamatan Gunungjati.-dokumen -tangkapan layar
CIREBON-Kekeringan lahan pertanian akibat kemarau di Desa Buyut Kecamatan Gunungjati, semakin meluas.
Semula, kekeringan hanya terjadi di 3 blok tapi saat ini bertambah menjadi 4 blok, antara lain di Blok Jombor, Simas, Widara, dan Blok Brete.
Dari empat blok itu, ada sebanyak 50 hektare sawah mengalami kekeringan. Saking keringnya, tanah pada sawah tersebut sampai retak. Akibatnya, padi yang ditanam petani terancam gagal panen.
BACA JUGA:Sudah Diperbaiki Dua Bulan Lalu, Jalan Kenanga-Plumbon Rusak Lagi
“Kondisi ini kemungkinan besar gagal panen. Karena sudah retak dan kering sekali,” tutur salah satu Kepala Dusun (Kadus) Desa Buyut, Lani Martiono.
Dijelaskannya, sejumlah sawah di blok tersebut merupakan sawah tadah hujan. Setiap tahunnya, ada yang dua kali tanam padi karena dekat dengan sungai. Tapi, ada juga yang satu kali tanam karena jauh dari sungai.
Namun, untuk tahun 2024 saat ini, lanjut Lani, ada pompa air yang didukung oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Buyut. Sehingga, sebagaian besar petani mencoba dua kali tanam.
BACA JUGA:Lagi, Ajukan PK ke PN Cirebon
“Biasanya satu kali. Tapi tahun ini, petani coba dua kali musim tanam, karena ada ada pompa air. Setiap hari kita pompa, tapi sayang tidak nyampai airnya sehingga kekeringan,” terangnya.
Menurutnya, satu mesin pompa air yang ada sangat kurang. Karena hanya bisa mengairi sawah yang dekat dengan sungai. Namun, 50 hektare sawah yang jauh dari sungai, mengalami kekeringan.
“Mesin pompa cuman satu, jadi masih kurang, banyak yang kekeringan,” jelasnya.
BACA JUGA:Partai Golkar Cari Pasangan Buat Teguh, Kemungkinan Besar dengan Ayu
Sementara itu, Kuwu Desa Buyut, Wandi membenarkan, 50 hektare lahan sawah di Desa Buyut mengalami kekeringan. Bahkan, bila digabung dengan desa tetangga, sawah yang mengalami kekeringan mencapai 100 hektare sawah.
“Disini kalau musim tanam pertama hanya mengandalkan hujan. Kalau musim tanam kedua, petani hanya mengandalkan sistem air giliran. Jadi kadang sampai airnya dan kadang tidak,” terangnya.